Harga Pertamax Naik, Pembatasan BBM Kunci Cegah Migrasi ke Pertalite

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/foc.
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax di SPBU Yos Sudarso, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (3/1/2023).
2/3/2023, 18.27 WIB

Langkah pemerintah yang menerapkan batas maksimum pada harga Pertamax yang per 1 Maret 2023 naik menjadi Rp 13.300 per liter, dinilai tak relevan untuk untuk mencegah migrasi konsumen ke BBM bersubsidi Pertalite.

Ketimbang menetapkan harga batas atas pada penjualan Pertamax, pemerintah diminta untuk segera menyelesaikan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).

Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arrangga, menyampaikan bahwa penetapan harga jual maksimum pada Pertamax bakal menimbulkan biaya kompensasi yang wajib dibayarkan oleh pemerintah apabila harga jual Pertamax SPBU melebih harga batas atas yang ditetapkan.

"Kalau menetapkan batas atas maka artinya akan ada harga yang dikompensasi dengan subsidi. Ini seperti ular makan ekornya, mencegah migrasi tapi kasih harga batas atas," kata Daymas saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Kamis (2/3).

Daymas melanjutkan, harga BBM non subsidi selayaknya dilepas seluruhnya mengikuti harga pasar tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Dia menganggap bahwa cara yang paling efektif untuk mencegah migrasi konsumen Pertamax ke Pertalite yakni dengan mengetatkan calon pembeli BBM bersubsidi

"Kami melihat untuk mencegah migrasi maka selesaikan dulu soal regulasi mengenai siapa yang berhak mendapatkan Pertalite," ujar Daymas.

Hal serupa juga dikatakan oleh Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi. Dia menyampaikan bahwa Pertamina selaku badan usaha memiliki kewenangan untuk menguah harga jual BBM non subsidi mengikuti besaran harga minyak mentah dunia.

"Kalau memang sudah diserahkan kepada mekanisme pasar ya mestinya tidak ada batas atas," kata Fahmy saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Kamis (2/3).

Menurut Fahmy, selisih harga jual antara Pertamax dan Pertalite yang menyentuh angka Rp 3.300 per liter relatif kecil untuk terjadi migrasi konsumen. Migrasi besar-besaran baru akan terjadi ketika harga Pertamax menyentuh batas maksimal dari tingkat harga psikologis yang berada di kisaran Rp 15.000 per liter.

"Saya kira masyarakat perlu diberikan pemahaman jika harga Pertamax itu bisa berubah-ubah, bisa naik dan bisa turun.

Sebelumnya, Kementerian ESDM memastikan adanya penerapan batas maksimum pada harga jual jenis BBM umum (JBU) di tengah kenaikan harga BBM non subsidi pada awal bulan Maret ini, salah satunya harga Pertamax.

Penerapan regulasi batas atas itu ditujukan untuk menjaga harga jual pada tingkat harga psikologis konsumen sekaligus mencegah migrasi konsumen ke BBM subsidi Pertalite.

Selisih harga BBM non subsidi Pertamax dengan Pertalite saat ini relatif lebar usai Pertamina menaikan harga Pertamax ke level Rp 13.300 per liter (Jawa-Bali). Angka ini berjarak Rp 3.300 per liter dari harga jual Pertalite.

"Pertamina punya perhitungan keekonomian. Namun kami juga patok batas atas supaya bisa dikontrol, karena pemerintah punya kewajiban untuk mengontrol harga agar tidak terlalu lepas," kata Tutuka saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Rabu (3/1).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu