Kementerian ESDM meminta para pelaku usaha pertambangan bauksit agar tak mencemaskan hasil produksi tak terserap lantaran belum memiliki fasilitas pengolahan mineral (smelter). Hal ini jelang larangan ekspor yang dipastikan berjalan pada Juni 2023.

Sembari menunggu penambahan pabrik pemurnian secara bertahap, pemerintah menjamin produksi bauksit tahunan mampu terserap seluruhnya oleh empat fasilitas pemurnian yang ada.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif, menyampaikan bahwa total serapan bauksit dari empat smelter yang ada saat ini mencapai 13,9 juta ton dengan keluaran 4,3 juta ton alumina.

Kapasitas input ini diklaim mampu menyerap seluruh produksi bauksit domestik secara menyeluruh. Irwandy pun meminta agar para produsen bauksit menyetorkan hasil tambang mereka kepada empat perusahaan yang telah memiliki smelter pribadi.

Empat perusahaan itu yakni PT Indonesia Chemical Alumina, PT Bintan Alumina Indonesia, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Line-1 dan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Line-2.

"Penambang tidak usah khawatir, kalau tidak bisa mengekspor, mereka bisa menjual kepada empat perusahaan yang sudah mendirikan pabrik pengolahan yang sudah beroperasi, persoalan ini sangat sederhana," ujarnya saat menjadi pembicara pada diskusi Peningkatan Kapasitas Media Sektor Minerba di Hotel Ashley Jakarta pada Rabu (8/3).

Pada kesempatan tersebut, Irwandy juga menyampaikan ada delapan pabrik pengolahan bauksit yang masih dalam tahap konstruksi. Kedelapan pabrik pemurnian itu ditaksir sanggup mengolah 23,88 juta ton bijih bauksit menjadi 8,98 juta ton alumina secara tahunan.

Delapan pabrik pemurnian tersebut adalah milik PT Borneo Alumina Indonesia dengan kemajuan proyek 23,67%, PT Dinamika Sejahtera Mandiri 58,55%, PT Persada Pratama Cemerlang 52,61%, dan PT Sumber Bumi Marau dengan 50,05%,

Selain itu, juga ada laporan dari PT Quality Sukses Sejahtera yang menyatakan progres pembangunan pabrik pemurnian telah berjalan 57,20%, PT Parenggean Makmur Sejahtera 58,13%, PT Kalbar Bumi Perkasa 37,25%, PT Laman Mining 32,39%.

"Arahannya Juni sudah menyelesaikan smelter, rasanya pesimis sampai Juni selesai. Kalau sudah janji ke pemerintah seharusnya ya ditepati," ujar Irwandy.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menilai kebijakan larangan eskpor bauksit mentah pada pertengahan 2023 perlu diimbangi dengan pengadaan pabrik pengolahan mineral atau smelter. Jika tidak, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran pasokan bijih bauksit menjadi mubazir, karena tak bisa diolah.

Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I, Ronald Sulistyanto, mengatakan fasilitas pemurnian smelter di dalam negeri belum cukup untuk mengolah seluruh produksi bijih bauksit yang ada.

Menurut catatan APB31, ada 28 perusahaan yang aktif dalam kegiatan penambangan bijih bauksit dengan capaian produksi rata-rata 2 juta ton per tahun. Hal ini membuat produksi bijih bauksit setiap tahun rata-rata menyentuh angka 56 juta ton.

Menurut Ronald, bakal ada potensi sekira 40 juta ton bijih bauksit yang tak bisa terserap, saat pemerintah memberlakukan kebijakan larangan ekspor. Hal itu membuat para pelaku usaha untuk menyesuaikan jumlah produksi bauksit tahun ini dengan volume kapasitas pabrik pengolahan atau smelter eksisting.

Ronald juga melaporkan bahwa mayoritas rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) perusahaan tambang bauksit masih belum disetujui oleh Kementerian ESDM seiring adanya kebijakan larangan ekspor yang dijadwalkan pada Juni 2023.

"RKAB baru sedikit yang disetujui, belum banyak yang keluar karena disesuaikan dengan produksi yang akan diserap pada bulan Juni 2023. Di bulan Juni itu hanya diperlukan 13 juta ton," kata Ronald kepada Katadata.co.id pada Kamis (26/1).

Ronald menyampaikan, kapasitas smelter bauksit domestik saat ini hanya mampu mengolah input sejumlah 13 juta ton per tahun, jauh di bawah kapasitas produksi rata-rata tahunan sekira 45 juta ton dari 30 perusahaan. "Sehingga nanti persaingan bebas, yang kuat bisa masukin bauksitnya ke smelter," ujar Ronald.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu