ESDM: Pemerintah Tekor Rp 29 T dari Program Gas Murah untuk Industri
Kementerian ESDM melaporkan kehilangan penerimaan negara sebesar Rp 29,39 triliun dalam program gas murah untuk industri atau harga gas bumi tertentu (HGBT) US$ 6 per MMBTU selama dua tahun terakhir.
Direktur Jenderal Migas, Tutuka Ariadji, mengatakan besaran penerimaan negara yang hilang itu terjadi akibat penyesuaian harga gas bumi setelah memperhitungkan kewajiban pemerintah kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Penerintah menanggung penurunan penerimaan negara sebesar Rp 16,46 trilun pada 2021 dan Rp 12,93 triliun pada 2022. Kebijakan HGBT mewajibkan pemerintah menanggung biaya selisih harga dengan mengurangi jatah keuntungan penjualan gas negara sehingga tidak membebani jatah atau keuntungan kontaktor.
Pemerintah umumnya menyepakati kontrak pembagian atau split kepada perusahaan yang mengelola suatu blok migas dengan porsi 60:40 hingga 55:45. Pembagian tersebut memperhitungkan kesulitas ekploitasi migas di sebuah lapangan.
"Penerimaan KKKS tidak boleh berkurang, yang dikurangi itu penerimaan negara. Misalnya harganya US$ 7 menjadi US$ 5, maka bagian negara yang dikurangi sehingga harganya US$ 5," kata Tutuka saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR pada Selasa (11/4).
Lebih lanjut, kata Tutuka, kebijakan HGBT berimbas pada menipisnya penerimaan negara. Lewat perhitungan asumsi split 40% untuk pemerintah dan 60% untuk kontraktor, pemerintah menyisakan split pada kisaran maksimum 10%-20% sebagai kompensasi biaya HGBT.
Adapun pendapatan yang diperoleh dari sisa split digunakan sebagai dana cadangan apabila terjadi keadaan memaksa atau force majeure seperti kemunculan bencana alam dan pandemi yang memengaruhi pengembangan ekploitasi lapangan gas.
Tutuka menjelaskan pemerintah biasanya mengambil langkah alternatif untuk memangkas biaya tanggungan negera dengan mencari sumber gas yang lebih ekonomis. "Kalau enggak bisa ya harga gasnya bisa lebih dari US$ 6," ujar Tutuka.
HGBT diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 15 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Insentif yang berlaku sejak 1 April 2020 menyasar kepada tujuh industri penerima seperti industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.
Kendati regulasi itu diatur oleh Kementerian ESDM, penentuan industri penerima HGBT di hilir diatur oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui instrumen Permen Perindustrian Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rekomendasi Pengguna Gas Bumi Tertentu.
Menurut laporan Kemenperin, manfaat bersih yang diperoleh pemerintah dari penyaluran gas murah ke tujuh industri tertentu mencapai Rp 7,90 trilun. Hitung-hitungan ini berasal dari pendapatan pajak yang berhasil dihimpun senilai Rp 23,10 triliun dikurangi beban fiskal insentif HGBT sebesar Rp 15,2 trilun.