Langkah pemerintah untuk merevisi tarif harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk tujuh industri dinilai positif. Hal ini hilangnya penerimaan negara hingga Rp 29 triliun untuk membiayai insentif gas murah US$ 6 per MMBTU untuk industri tersebut.
Direktur Eksekutif ReforMiner, Komaidi Notonegoro, mengatakan langkah pemerintah untuk mengevaluasi tarif HGBT cukup masuk akal mengingat pemberian insentif harga gas murah membutuhkan modal besar.
"Memang bagi pengembangan di hulu maupun untuk keuangan negara sebetulnya agak berat, karena rata-rata harga gas sudah jauh di atas US$6 per MMBTU," kata Komaidi saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Kamis (13/4).
Kebijakan HGBT mewajibkan pemerintah menanggung biaya selisih harga dengan mengurangi jatah keuntungan penjualan gas negara sehingga tidak membebani jatah atau keuntungan kontaktor.
Pemerintah umumnya menyepakati kontrak pembagian atau split kepada perusahaan yang mengelola suatu blok migas dengan porsi 60:40 hingga 55:45. Pembagian tersebut memperhitungkan kesulitan ekploitasi migas di sebuah lapangan.
Lewat perhitungan asumsi split 40% untuk pemerintah dan 60% untuk kontraktor, pemerintah menyisakan split pada kisaran maksimum 10%-20% sebagai kompensasi biaya HGBT.
Adapun pendapatan yang diperoleh dari sisa split digunakan sebagai dana cadangan apabila terjadi keadaan memaksa atau force majeure seperti kemunculan bencana alam dan pandemi yang memengaruhi pengembangan ekploitasi lapangan gas.
"Jika harganya diturunkan lagi, maka beban negara akan semakin besar. Informasinya split bagian negara sudah nol, sudah terpakai semua untuk HGBT ini," ujar Komaidi.
Komaidi menjelaskan bahwa harga gas di beberapa lapangan di Indonesia bagian Barat telah menyentuh kisaran US$ 7,5 sampai US$ 10 per MMBTU. Hitungan harga tersebut merupakan bayaran di sisi kepala sumur, belum menyentuh kepada plant gate atau pengguna. "Yang jelas kalau harga US$ 6 memang cukup rendah," kata Komaidi.
Program gas murah diatur dalam Keputusan Menteri atau Kepmen Nomor 134 Tahun 2021 tentang Penggunaan dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Kementerian ESDM berencana untuk merevisi aturan tersebut agar penetapan tarif HGBT menjadi lebih fleksibel.
Direktur Jenderal Migas, Tutuka Ariadji, menyampaikan bahwa revisi Kepmen ESDM Nomor 134 tahun 2021 sudah masuk dalam tahap finalisasi.
"Dalam beberapa hari mestinya sudah bisa terbit, sebentar lagi selesai. Saat ini sudah diserahkan ke Pak Menteri ESDM," kata Tutuka saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR pada Selasa (11/4).
Program gas murah untuk industri US$ 6 per MMBTU itu berjalan sejak 1 April 2020. Ada tujuh industri penerima seperti industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.
Kendati regulasi itu diatur oleh Kementerian ESDM, penentuan industri penerima HGBT di hilir diatur oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui instrumen Permen Perindustrian Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rekomendasi Pengguna Gas Bumi Tertentu.
Menurut Tutuka, pengesahan revisi Kepmen 134 tahun 2021 membuka potensi tarif HGBT di atas US$ 6 per MMBTU. "Kepmen yang direvisi gak persis US$ 6, kalau tidak bisa ya harganya lebih dari US$ 6," ujar Tutuka.
Revisi ketetapan tersebut juga bisa mengubah penyaluran insentif HGBT kepada industri penerima tertentu. Insentif bakal dihentikan apabila perusahaan penerima sudah berkembang.
"Semangatnya membantu membantu industri yang perlu dibantu. Kepmen HGBT ini gak untuk selamanya industri dapat terus, kalau sudah kuat maka diganti," kata Tutuka.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganulir persyaratan yang mewajibkan tujuh industri untuk melampirkan data perkiraan pajak, perkiraan dividen hingga data-data perkiraan arah kebijakan perusahaan guna memperoleh distribusi HGBT.
Sebagai informasi, persyaratan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 15 Tahun 2022. Kemenperin telah menyampaikan tanggapan resmi melalui surat kepada Presiden Jokowi pada 6 Januari 2023.
Warkat tersebut merupakan tanggapan Kemenperin atas pemberlakukan Permen ESDM yang dianggap berpotensi menghambat pelaksanaan kebijakan HGBT.
Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT), Ignatius Warsito berharap syarat tambahan tersebut tidak menjadi pertimbangan untuk memberi rekomendasi distribusi HGBT ke perusahaan tertentu. Dia menganggap, jaminan harga gas yang kompetitif dapat meningkatkan daya saing industri.
"Kami coba akomodasi untuk bisa memenuhi industri guna mempertahankan jaminan pasokan dengan harga yang kompetitif," kata Warsito dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Senin (11/4).