PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN bekerja sama dengan International Energy Agency atau IEA untuk mematangkan skema Just Energy Transition Partnership Investment and Policy Plan (JETP IPP). JETP IPP ini akan mempercepat transisi energi di Inodnesia.
IEA merupakan lembaga independen profesional yang menjadi rujukan dunia untuk energi. IEA memberikan analisis, data, rekomendasi kebijakan, solusi pembangunan ketahanan energi, ekonomi berkelanjutan dan pembangunan lingkungan.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, kerja sama kedua lembaga ini sudah terjalin lama. Hanya saja, kolaborasi kali ini khusus untuk mencapai target pengurangan emisi karbon dunia.
"Kami memiliki visi yang sama untuk menyongsong masa depan. Masa depan energi berkelanjutan, yang membawa kemakmuran dan kemuliaan bagi bangsa dan dunia," kata Darmawan dalam keterangan resmi, Rabu (19/4).
IEA menilai Indonesia sebagai negara kepulauan perlu meningkatkan interkoneksi sistem kelistrikan. Interkoneksi ini menjamin akses listrik merata serta dapat membuat harga listrik terjangkau bagi masyarakat.
Executive Director of IEA Fatih Birol menjelaskan pihaknya mendukung penuh langkah Indonesia dalam transisi energi. Upaya Indonesia dalam mengurangi emisi karbon akan berdampak langsung pada pengurangan emisi karbon.
"Kami mendukung penuh Indonesia dalam proyek transisi energi. Dukungan IEA kepada Indonesia bisa menjadi pendorong untuk berbagai pihak melakukan kolaborasi bersama dalam proyek transisi energi," katanya.
Kedua pihak akan bekerja sama memantapkan peta jalan emisi nol bersih yang sudah dibuat Indonesia. Skema JETP juga dipertajam untuk menggaet investasi proyek transisi energi di Indonesia.
JETP adalah salah satu pendanaan transisi energi yang didapat Indonesia dari 10 negara maju. Ini merupakan salah satu hasil dari KTT G20 di Nusa Dua, Bali, pada 2022 lalu.
Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Prancis, Jerman, Italia, Norwegia, dan Inggris menjadi negara-negara mitra dalam kerja sama senilai total US$ 20 miliar atau sekitar Rp310,4 triliun ini.
Pendanaan ini mengharuskan Indonesia untuk menurunkan emisi karbon menjadi maksimal 290 juta ton pada 2030. Emisi karbon maksimal turun dari target awal yang sebesar 357 juta ton. Pada 2050, Indonesia diharuskan bebas emisi sepenuhnya.
Sementara, bauran energi baru dan terbarukan (EBT) harus mencapai 34% pada 2030. Target bauran energi jauh lebih tinggi dari target Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang hanya sebesar 23,4% pada 2030.
Pembangunan pembangkit listrik batu bara baru juga harus dihentikan dan perlu ada usaha untuk melakukan pensiun dini pembangkit-pembangkit yang sudah ada.