Harga minyak melanjutkan penurunannya pada Rabu (31/5) dipicu kekhawatiran perlambatan permintaan dari importir minyak utama dunia, Cina, setelah rilis data ekonomi yang lebih lemah membebani pasar ketimbang kemajuan positif pada kenaikan plafon utang Amerika Serikat (AS).
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus turun 28 sen menjadi US$ 73,43 per barel. Sementara Minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) turun 26 sen menjadi US$ 69,20. Kedua tolok ukur turun lebih dari 4% pada perdagangan Selasa (30/5).
Aktivitas manufaktur Cina berkontraksi lebih cepat dari yang diharapkan pada Mei karena melemahnya permintaan, dengan purchasing managers’ index (PMI) manufaktur turun menjadi 48,8 dari 49,2 pada April, di bawah perkiraan analis 49,4.
“Dengan output industri Cina dan investasi aset tetap tumbuh lebih lambat dari yang diperkirakan bulan lalu, pasar khawatir permintaan komoditas Cina melemah lebih cepat dari yang diperkirakan,” kata direktur riset komoditas di Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar seperti dikutip Reuters.
“Pesimisme seputar permintaan komoditas China saat ini berbeda dengan optimisme awal tahun ini,” ujarnya menambahkan.
Di AS, sentimen pasar sedikit terangkat setelah undang-undang yang ditengahi oleh Presiden Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy untuk menaikkan plafon utang AS sebesar US$ 31,4 triliun dan mencapai pemotongan belanja federal, naik ke DPR untuk debat dan pemungutan suara yang diharapkan pada hari Rabu.
“Jika disahkan, pemerintahan Biden kemungkinan tidak perlu menegosiasikan pagu utang lagi sebelum pemilihan presiden November 2024,” kata Dhar.
Batas waktu utang hampir bertepatan dengan pertemuan OPEC+ pada 4 Juni. Pedagang tidak yakin tentang apakah grup tersebut akan meningkatkan pengurangan produksi karena penurunan harga membebani pasar.
Menteri Energi Arab Saudi Abdulaziz bin Salman pekan lalu memperingatkan short seller yang bertaruh harga minyak akan jatuh untuk "hati-hati" dalam kemungkinan sinyal bahwa OPEC+ dapat memangkas produksi.
Namun, komentar dari pejabat dan sumber perminyakan Rusia, termasuk Wakil Perdana Menteri Alexander Novak, mengindikasikan produsen minyak terbesar ketiga dunia itu condong ke arah membiarkan produksi tidak berubah.
Sementara itu, raksasa minyak Saudi Saudi Aramco kemungkinan akan memangkas harga jual resmi untuk semua kadar minyak mentah ke Asia pada Juli sebesar US$ 1 per barel, terendah sejak November 2021.
Pada April, Arab Saudi dan anggota OPEC+ lainnya mengumumkan pengurangan produksi minyak lebih lanjut sekitar 1,2 juta barel per hari (bph), sehingga total volume pemotongan oleh OPEC+ menjadi 3,66 juta bph.