Pemerintah Lobi Cina Bangun Smelter Bauksit di Jawa Timur

123RF
Foto ilustrasi ekstraksi bauksit dengan metode terbuka di tambang perusahaan penambangan dan pengolahan.
16/6/2023, 11.57 WIB

Pemerintah sedang menjajaki kerja sama dengan perusahaan asal Cina membangun smelter pengolahan bauksit menjadi aluminium di Jawa Timur. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan rencana tersebut merupakan hasil diskusi pemerintah dengan otoritas terkait pada awal pekan lalu.

Selain berencana untuk mendirikan smelter, Luhut mengatakan perusahaan Cina tersebut akan membangun industri aluminium. Luhut menilai langkah tersebut sebagai alternatif untuk menyerap hasil tambang bauksit seiring larangan ekspor bauksit mulai 10 Juni.

"Kami sedang mendiskusikan proyek aluminium di Jawa Timur. Mereka akan membangun industrinya di sana," kata Luhut saat menjadi pembicara di Jakarta Geopolitical Forum VII yang disiarkan melalui daring pada Kamis (15/6).

Luhut mengatakan wilayah Jawa Timur nantinya akan menjadi salah satu lokasi industri hilirisasi mineral tambang. Hal tersebut menyusul adanya pembangunan smelter tembaga milik PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Gresik.

Smelter yang diharap berjalan penuh pada akhir 2024 itu memiliki nilai investasi sebesar US$ 3 miliar dan ditaksir sanggup mengolah konsentrat tembaga sebanyak 1,7 juta ton per tahun. "Sama halnya dengan smelter tembaga di Gresik yang menjadi bagian dari lithium baterai. Jadi semua kegiatan hilir akan ada di sana," ujar Luhut.

Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pemerintah akan terus mengerek capaian realisasi investasi pada sektor industri logam dasar serta barang logam bukan mesin dan peralatannya.

Strategi tersebut dinilai menjadi loncatan untuk merealisasikan rencana industrialisasi berbasis ekonomi hijau, terutama pada pembangunan pabrik baterai untuk mendorong ekosistem kendaraan listrik.

Bahlil menjelaskan pemerintah telah menaikkan realisasi investasi pada industri logam dasar sejak tahun 2020, berbarengan dengan kebijakan penyetopan larangan ekspor bijih nikel. Total investasi yang masuk pada tahun itu mencapai Rp 94,8 triliun atau naik 53,8% dari Rp 61,6 triliun pada 2019.

Besaran penanaman modal pada sektor logam dasar konsisten naik menjadi Rp 171,2 triliun alias 177,9% pada 2022. "Pendekatan pemerintah ke depan adalah bagaimana memberikan nilai tambah dari hilirisasi mineral," kata Bahlil dalam pemaparannya di Universitas Bina Nusantara yang disiarkan secara daring pada Kamis (15/6).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu