Mandat Indonesia untuk mencampur 35% biodiesel (B35) dengan bahan bakar angkutan jalan akan diberlakukan mulai 1 Agustus 2023. Hal ini dikatakan Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Wibowo.
Kementerian ESDM sendiri tengah menyiapkan regulasi untuk mengakomodir pengajuan insentif tambahan kepada Pertamina untuk pelaksanaan mandatori biodiesel B35 yang mulai berjalan sejak Februari 2023.
Tambahan insentif itu bertujuan untuk menekan beban pembangunan infrastruktur tambahan seperti pengadaan tempat penyimpanan hingga pipa penyalur. Selain itu, alokasi insentif juga ditujukan untuk menutup biaya pencampuran atau blending kilang.
Namun, mengutip Argus Media, B35 belum dilaksanakan di tiga terminal per 1 Juni, empat bulan sejak mandat tersebut digulirkan pada 1 Februari lalu. Terminal-terminal ini sedang dalam proses peningkatan fasilitas untuk mendukung program pencampuran B35 dan akan selesai pada 1 Agustus.
Edi Wibowo menjelaskan, peningkatan meliputi penambahan tangki timbun, pipa dan sarana lainnya. 79 terminal lainnya di seluruh negeri telah meluncurkan bahan bakar B35. Konsumsi biodiesel Indonesia sendiri telah mencapai 5,2 juta m&³3; dari total 13,15 juta m&³3; atau 40% dari total alokasi untuk tahun ini.
Pemerintah juga telah melakukan road test B40 selama Juli-Desember 2022, namun masih mengkaji kesiapan berbagai pemangku kepentingan. Ini mencakup mulai dari produsen biodiesel, pengecer solar, penerimaan konsumen, infrastruktur, serta ketersediaan bahan baku dan insentif.
"Kami juga tengah memperhitungkan keseimbangan pasokan minyak sawit untuk keperluan pangan, energi, ekspor, dan oleokimia," kata Edi Wibowo
Program blending biodiesel bertujuan untuk memperkuat ketahanan energi Indonesia dan meningkatkan pangsa energi terbarukan negara menjadi 23% pada 2025. Namun, ekspor produk minyak sawit dan turunannya harus dipertahankan karena minyak sawit merupakan penyumbang terbesar devisa Indonesia.
Program B35 sendiri, merupakan kelanjutan dari program B30 yang sebelumnya sudah dijalankan oleh pemerintah. Program ini dinilai sukses, sebab pada 2021 lalu Kementerian ESDM menyebutkan dari pemanfaatan B30 negara mampu menghemat hingga Rp 66,54 triliun dari pengurangan impor bahan bakar minyak (BBM), khususnya solar.