Strategi Menteri ESDM Tarik Investasi Migas ke Dalam Negeri

SKK Migas
SKK Migas - KKKS Bumi Siak Pusako menggelar syukuran atas selesainya pengeboran sumur eksplorasi Nuri-1X yang berada di Dusun Plambayan, Provinsi Riau (29/12/2022).
6/7/2023, 14.02 WIB

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan bahwa pemerintah terus membuat kebijakan alternatif untuk menarik investasi migas domestik, terutama untuk sektor hulu, melalui penawaran opsi pada kontrak bagi hasil simplified gross split maupun cost recovery.

Penawaran dua opsi kontrak bagi hasil itu bertujuan menarik minat para investor untuk berinvestasi dalam pengembangan lapangan migas di dalam negeri yang cenderung membutuhkan pendanaan jumbo.

Arifin menjelaskan kegiatan pengembangan lapangan minyak di Indonesia kian menantang, seiring kondisi sumur yang mengandung kadar air tinggi. Menurutnya, kondisi sumur minyak saat ini memiliki rasio 99% air dan 1% minyak.

“Kondisi itu butuh cost untuk memurnikannya. Pemerintah juga perbaiki kebijakan fiskalnya,” kata Arifin di Hotel Dharmawangsa Jakarta pada Rabu (5/7).

Selain kondisi lapangan migas yang sulit, alotnya investasi migas di dalam negeri juga dipicu oleh pengalaman pahit pada 2012 silam. Arifin menjelaskan, saat itu industri hulu migas kehilangan US$ 2,5 miliar dari kegiatan eksplorasi besar-besaran yang berujung pada penemuan sumur dry hole.

Sumur-sumur yang digali saat itu menunjukan kondisi sumur yang tidak mengandung hidrokarbon atau tidak dapat menghasilkan hidrokarbon dalam jumlah komersial.

“Tahun 2012 ada eksplorasi besar karena saat itu prospek bisnis minyak menarik. Tapi apa? investasi US$ 2,5 miliar yang ketemu dry hole. Jadi dengan kondisi ini pada pesimis,” ujar Arifin.

Lebih lanjut, kata Arifin, produksi minyak domestik cenderung mengalami penurunan karena masih mengandalkan sumur-sumur konvensional yang ada. Padahal, ujar Arifin, Indonesia masih punya sumber daya minyak sebanyak 2,4 miliar barel dan gas 45 triliun kaki kubik.

“Memang daya tarik investasi di dalam negeri perlu perbaikan. Kebijakan hulu migas saat ini seperti toko serba ada, simplified gross split maupun cost recovery,” kata Arifin.

Mekanisme simplified gross split bertujuan untuk mendorong pengembangan migas non konvensional (MNK). Hal ini dinilai penting untuk menarik minat para investor untuk mengembangkan lapangan MNK yang membutuhkan kapital yang besar karena membutuhkan teknologi baru yang belum pernah diterapkan di Indonesia.

Pengembangan migas non-konvensional harus dilakukan secara khusus lewat pengeboran yang lebih cepat dibandingkan pengeboran lapangan migas pada umumnya. Selain itu, pengelolaan migas non konvensional umumnya membutuhkan kapital yang lebih sedikit di awal masa pengembangannya.

Hal itu dikarenakan eksploitasi migas non konvensional dilakukan di bekas lapangan migas terdahulu sehingga tak perlu mengeluarkan biaya eksplorasi.

Adapun salah satu sumber minyak non-konvensional adalah shale oil, yakni kandungan organik yang masih tersimpan di batuan sumber dan belum matang yang disebut sebagai kerogen, sehingga perlu dipanaskan untuk mendapatkan minyak.

Urgensi Investor Migas Asing

Arifin berharap penawaran opsi pada kontrak bagi hasil yang bersifat lebih cair dan tidak kaku dapat menarik minat pelaku usaha untuk menanamkan modalnya di sektor hulu migas, terutama investasi dari perusahaan migas asing.

“Pengalaman kami beberapa tahun lalu, saat lelang wilayah kerja hasilnya kurang responsif. Maka kami terima masukkan dari seluruh investor dan kontraktor,” kata Arifin.

Mantan Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, mengatakan peran investor asing masih dibutuhkan untuk pengelolaan migas nasional. Dalam bukunya Public Interest in Energy Sector (2023), dia menuliskan empat hal yang menjadi alasan mengapa sektor migas membutuhkan keterlibatan investor asing dalam mengelola migas domestik.

Faktor pertama adalah teknologi migas sebagian besar masih dimiliki oleh korporasi minyak multinasional. Kemudian sistem pengelolaan migas dari sisi eksplorasi maupun eksploitasi pada perusahaan asing sudah matang dan teruji di berbagai situasi.

Faktor ketiga adalah kapasitas sumber daya manusia alias SDM. Menurut Arcandra, dengan teknologi dan pengalaman eksplorasi dan eksploitasi migas di berbagai belahan dunia, SDM yang dimiliki oleh perusahaan migas asing masih dibutuhkan.

Aspek paling mendesak yakni pendanaan. Industri migas merupakan bisnis pada modal dengan tingkat keberhasilan paling banter 20%. Dengan risiko sebesar itu, investor migas asing dengan dukungan teknologi, sistem, SDM, dan dana yang besar lebih berani mengambil risiko investasi.

“Industri migas harus selalu adaptif terhadap perubahan, sehingga dapat mengantisipasi perkembangan yang terjadi,” ujar Arcandra.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu