Pengusaha Pertashop Minta Dibolehkan Jual Elpiji 3 Kg dan Pertalite

ANTARA FOTO/Syaiful Arif/foc.
Petugas berjaga di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Modular atau Pertashop di rest area KM 678 B Teras Dipa Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (17/4/2023).
Editor: Lavinda
10/7/2023, 17.07 WIB

Pengusaha Pertamina Shop alias Pertashop meminta Pertamina untuk mengizinkan akses penjualan produk BBM Pertalite atau RON 90 dengan harga non-subsidi. Tak hanya itu, pengusaha juga ingin Pertashop ditetapkan sebagai pangkalan elpiji tabung 3 kilogram bersubsidi.

Permintaan ini disampaikan oleh Nyoman, Ketua Bidang Hukum Paguyuban Pengusaha Pertashop Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut dia, kedua usulan kebijakan dapat menyelamatkan kinerja bisnis Pertashop yang sedang merosot, imbas maraknya penjual Pertalite eceran dan disparitas harga jual Pertamax dan Pertalite yang mencapai Rp 2.500 sampai Rp 2.800 per liter.

Saat ini, pengusaha Pertashop mayoritas hanya menjajakan BBM non-subsidi Pertamax. Pertamina sebagai lembaga penyalur hanya mengizinkan mitra Pertashop untuk menjual produk non-subsidi, seperti Pertamax, Bright gas dan pelumas.

Nyoman mengatakan pengusaha Pertashop bersedia untuk menjual BBM Pertalite pada kisaran harga Rp 11.200 sampai Rp 11.400 per liter, lebih tinggi dibanding harga jual di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) senila Rp 10.000 per liter.

"Kami titip pesan, mungkin tidak kami bisa jual BBM RON 90 Pertalite dengan harga non-subsidi di harga Rp 11.400 per liter," kata Nyoman dalam Audiensi dengan Komisi VII DPR pada Senin (10/7).

Lebih lanjut, kata Nyoman, penjualan Pertalite non-subsidi seharga Rp 11.400 di Pertashop masih tetap mengacu pada margin Rp 850 per liter pada penjualan Pertamax saat ini.

Dia menilai, implementasi rencana tersebut dapat menekan aktivitas penjualan Pertalite eceran secara bebas melalui skema Pertamini dengan rata-rata harga jual Rp 12.000 per liter. Dengan mekanisme tersebut, penjualan Pertalite eceran Pertamini mendulang untung Rp 2.000 per liter.

"Kalau kami diberi hak untuk jual Pertalite Rp 11.400, saya yakin Pertamini akan kalah sehingga bisa menyelamatkan bisnis Pertashop," ujar Nyoman.

Lebih lanjut, pengusaha Pertashop juga meminta hak penunjukan sebagai pangkalan elpiji 3 kg. Pelaku usaha mengaku telah mengajukan proposal permintaan tersebut. Namun hingga sejauh ini, permohonan tersebut belum terealisasi karena kuota tabung elpiji melon sudah habis disalurkan kepda pangkalan yang sudah terdaftar. Kondisi tersebut menutup penambahan pangkalan baru.

Ketua Umum Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI), Steven, menganggap penetapan Pertashop menjadi agen elpiji 3 kg bersubsidi dapat menggerakan perekonomian pada tingkat desa.

Menurut Steven, distribusi elpiji bersubsidi 3 kg melalui Pertashop dapat mewujudkan program pemerintah soal penyaluran elpiji melon secara tepat sasaran. Penyataan itu berasarkan lokasi Pertashop yang mayoritas berada di wilayah pedesaan dan perkampungan.

"Apabila kami mendapat izin untuk menjual elpiji 3 kg, maka akan ada sinergi yang baik dengan pemerintah untuk penyaluran kepada yang berhak karena lokasi Pertashop dekat dengan masyarakat. Kami juga dapat penghasilan tambahan di sela-sela turunnya omset," kata Steven.

Lebih lanjut, Steven menceritakan kondisi terkini soal produk yang dijual oleh pelaku usaha Pertashop yang mayoritas hanya menjual produk tunggal BBM non-subsidi RON 92 Pertamax.

Meski mendapat rekomendasi untuk menjual bright gas dan pelumas, lokasi Pertashop yang berada di wilayah perkampungan menjadi tak  relevan dengan pangsa pasar.

Adapun harga isi ulang elpiji bright gas 5,5 kg dan 12 kg turun per 26 Juni 2023. Pada produk bright gas 5,5 kg, harga isi ulang menjadi Rp 89.000 per tabung. Sedangkan untuk isi ulang produk bright gas 12 kg turun menjadi Rp 204.000. Nominal tersebut jauh lebih tinggi dari rata-rata tarif isi ulang elpiji 3 kg seharga Rp 21.000 sampai Rp 23.000 per tabung. 

"Bright gas itu tidak laku. Bagaimana kami mau menawarkan produk untuk kalangan atas sementara lokasi Pertashop kami berada di daerah terpencil yang taraf ekonominya lebih rendah ketimbang masyarakat kota," ujar Steven.

Di sisi lain, Steven menjalaskan, anggota HPMI rata-rata dapat menjual 200 liter Pertamax per hari atau 6.000 liter bulan. Dengan harga jual Rp 12.400 per liter, pelaku usaha dapat memperoleh laba kotor Rp 5,1 juta dari hasil marjin perjualan Pertamax senilai Rp 850 per liter.

Dari omzet Rp 5,1 juta tersebut, pelaku usaha hanya menerima laba sejumlah Rp 1,2 juta per bulan setelah terpotong biaya operasional bulanan seperti upah operator, pajak reklamet, sewa tempat, hingga biaya listrik dan air.

Atas kondisi tersebut, HPMPI berharap disparitas harga BBM Pertamax dan Pertalite dipatok maksimal Rp 1.500 per liter untuk semua wilayah di Indonesia.

"Dari nilai investasi hampir Rp 600 juta, kami cuma punya keuntungan bersih Rp 1,2 juta. Untuk balik modal saja tidak bisa dan untuk beli minyak lagi tidak sanggup," ujar Steven.

Dia melanjutkan, pelaku usaha mampu menjual rata-rata 34.000 liter Pertamax saat harga BBM beroktan 92 tersebut masih berada di harga Rp 9.000 per liter pada triwulan pertama 2022.

Volumen penjualan merosot ke angka 24.000 liter saat harga Pertamax mencapai Rp 12.500 per liter pada pertengahan tahun 2022. Kondisi tersebut kembali anjlok saat harga Pertamax berada di angka Rp 13.300 pada Januari- Maret 2023 dengan realisasi total penjualan 14.000 liter.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu