Terkendala HBA, Implementasi Pungutan Batu Bara Masih Belum Jelas

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/tom.
Foto udara aktivitas bongkar muat batu bara di kawasan pantai Desa Peunaga Cut Ujong, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Selasa (31/1/2023).
21/7/2023, 16.17 WIB

Kementerian ESDM menyampaikan bahwa implementasi dana pungutan ekspor dan penyaluran dana kompensasi batu bara melalui Mitra Instansi Pengelola (MIP) sulit berjalan dalam waktu dekat.

Pasalnya, draf regulasi MIP saat ini masih tertahan di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk dirombak lebih lanjut. Padahal lembaga ini sebelumnya ditargetkan dapat mulai bertugas pada kuartal III 2023.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, mengatakan rencana perombakan regulasi MIP berawal dari permintaan sejumlah pelaku usaha pertambangan batu bara yang mengajukan revisi formula pembentukan harga batu bara acuan (HBA).

Menurut Irwandy, beberapa pengusaha batu bara meminta perhitungan HBA mengacu pada harga waktu periode perhitungan rata-rata empat indeks menjadi satu bulan.

Komposisi tersebut berbeda dari hitungan HBA saat ini yang terbentuk dari rata-rata harga empat indeks Global Coal Newcastle Index (GCNC), Newcastle Export Index (NEX), Indeks Platts dan Indonesia Coal Index (ICI) dua bulan sebelumnya. Adapun Masing-masing indeks berkontribusi pada hitungan 25% formula HBA.

"Sekarang ada permintaan untuk mengubah HBA karena dianggap oleh perusahaan masih tinggi, jadi mungkin diperpendek jadi satu bulan," kata Irwandy di Kantor Kementerian ESDM.

Lebih lanjut, kata Irwandy, permintaan tersebut berawal dari keluhan pelaku usaha yang merasa perhitungan HBA saat ini belum sesuai dengan pergerakan harga batu bara global yang cenderung fluktuatif. Pengubahan HBA yang mengacu pada harga satu bulan sebelumnya dianggap mampu selaras dengan kondisi harga batu bara yang lebih ril.

Masih menurut Irwandy, ketetapan lain berupa mekanisme pengaturan pajak pertambahan nilai atau PPN terhadap pungutan ekspor dan penyaluran dana kompensasi batu bara (DKB) yang bakal dijalankan oleh MIP sudah rampung. Pengusaha batu bara akan mendapat restitusi atau pengembalian PPN.

Kementerian ESDM juga mengatur pembebasan PPN 11% terhadap pungutan ekspor dan penyaluran DKB yang bakal dijalankan oleh MIP. Kegiatan 'himpun-salur' yang akan dikelola oleh tiga bank pelat merah yakni BRI, BNI, dan Bank Mandiri dianggap sebagai kegiatan transaksi yang termasuk sebagai objek pajak.

"Soal royalti dan PPN itu sudah selesai, ini hanya ada perubahan sedikit untuk periode HBA supaya lebih riil," ujar Irwany.

Melalui skema himpun-salur tersebut, PLN dan industri semen, pupuk, dan industri tertentu hanya wajib membayar batu bara seharga domestic market obligation (DMO) US$ 70 per ton untuk PLN dan US$ 90 per ton untuk industri.

Selisih harga jual pasar akan dibayarkan kepada pengusaha lewat dana yang dihimpun oleh MIP. Sumber dana MIP berasal dari pungutan ekspor batu bara. Hasil dana pungutan itu akan diberikan kepada perusahaan yang menyalurkan batu bara kepada PLN maupun industri semen dan pupuk.

Selain itu, MIP juga bertugas untuk menarik dana kompensasi dari perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi alokasi kewajiban pengiriman batu bara DMO kepada pembangkit listrik PLN, serta industri semen dan pupuk.

Seluruh perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUPK), hingga perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) wajib membayar DKB kepada MIP.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu