Luhut: KPK Sudah Kantongi Identitas Pelaku Ekspor Bijih Nikel Ilegal

PT Antam TBK
Ilustrasi bijih nikel.
24/7/2023, 13.14 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku sudah mengantongi informasi pelaku dugaan ekspor ilegal 5 juta ton bijih nikel ke Cina.

Luhut memperoleh informasi tersebut dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. "Pak Firli bilang sudah dapat infonya, nanti kami cek," kata Luhut di Menara Danareksa Jakarta pada Senin (24/7).

Adanya dugaan penjualan nikel mentah ke Cina berawal dari temuan KPK yang melaporkan praktik penjualan bijih nikel ilegal sepanjang Januari 2020 hingga Juni 2022. Temuan tersebut diperoleh dari data The General Administration of Customs of China (GACC) atau Administrasi Umum Kepabeanan Cina.

Sejumlah lembaga pemerintahan seperti Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM kini tengah menindaklanjuti adanya dugaan ekspor ilegal lima juta ton bijih nikel ke Cina.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan bahwa adanya dugaan penyelundupan ekspor bijih nikel ke Cina sangat beralasan. Pasalnya, pihaknya juga pernah menemukan sekaligus mencegah kejadian serupa dengan volume 71.000 ton pada September 2021.

"Lima juta ton ini bukan barang yang sedikit. Dugaan penyelundupan ini sejak tahun 2020, berarti sejak dilarangnya ekspor bijih nikel dan konsentratnya," kata Nirwala dalam Mining Zone CNBC pada Senin (26/6).

Dia menduga, pengiriman bijih nikel seberat lima juta ton ke Cina secara ilegal itu dilakukan secara bertahap dalam dua tahun terakhir. "Kalau dikirimnya tidak berangsur-angsur tidak mungkin, mother vessel pun tidak mampu," ujarnya.

Nirwala mengaku pihak Bea Cukai telah mendapati para pelaku ekspor ilegal bijih nikel dari penelusuran data ekspor hasil kerja sama dengan pihak bea cukai Cina. Rencananya, dokumen temuan tersebut akan diserahkan ke KPK segera.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, mengatakan dugaan ekspor ilegal dapat terjadi karena adanya perbedaan persepsi dalam pencatatan ekspor komoditas mineral antara Indonesia dan Cina.

Wafid mengatakan, Kementerian ESDM telah menindaklanjuti adanya dugaan ekspor ilegal lima juta ton bijih nikel ke Cina lewat korespondensi dengan Kedutaan Besar RI (KBRI) di Beijing. Koordinasi itu ditujukan untuk mendapatkan klasifikasi pencatatan ekspor komoditas mineral dari otoritas Cina.

Wafid menjelaskan, perbedaan persepsi itu mengacu pada cara masing-masing negara dalam menentukan kode penjualan barang tambang. Dia mencontohkan, Indonesia masih membuka ekspor bijih besi yang kemungkinan masih mengandung mineral ikutan dalam bentuk bijih nikel.

"Umpamanya di dalam bijih besi masih ada nikel, taruhlah di bawah 2-1%, bagi Indonesia itu tidak masalah dan itu bukan bagian dari nikel. Tapi di Cina mungkin dianggapnya sebagai nikel, lalu dihitung," kata Wafid di Kantor Kementerian ESDM pada Selasa (4/7).

Lebih lanjut, kata Wafid, Kementerian ESDM menduga adanya indikasi perbedaan penetapan kode HS alias Harmonized System yang dirujuk oleh Pemerintah Cina dan Indonesia dalam kasus dugaan ekspor ilegal lima juta ton bijih nikel ke Cina. "Bisa keliru soal kode HS, bisa dari komoditas yang berbeda kan," kata Wafid.

Adapun Kode HS adalah sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk mengklasifikasi produk perdagangan dan turunannya. Sistem berstandar internasional tersebut dikelola oleh World Customs Organization yang beranggotakan lebih dari 170 negara anggota dan berkantor di Brussels, Belgia.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu