Indonesia masih berada pada kondisi kelebihan pasokan listrik atau oversupply. Pemerintah akan mengatasi kelebihan pasokan listrik ini dengan cara menggenjot konsumsi listrik dengan mendorong penggunaan kendaraan listrik dan alat rumah tangga bertenaga listrik, seperti rice cooker.
Mengacu pada paparan PLN, sepanjang 2022, oversupply listrik mencapai sekitar 6 Gigawatt (GW). Hal ini disebabkan oleh adanya tambahan kapasitas sebesar 7 GW sedangkan peningkatan konsumsi hanya 1,2-1,3 GW.
“Kan ada EV (kendaraan listrik), ada yang dari konversi. Begitu kan banyak (opsi) untuk meningkatkan konsumsi listrik,” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, pada Rabu (15/11).
Jisman menyebut usaha pemerintah ini dianggap cukup berhasil untuk meningkatkan konsumsi listrik. “Itu signifikan lho, ada hubungannya,” jelas Jisman.
Listrik yang tak terserap ini membebani keuangan PLN. Hal ini karena skema take or pay yang digunakan dalam kontrak jual beli listrik antara PLN dengan produsen listrik swasta atau independent power producer (IPP). Setiap kelebihan pasokan 1 GW PLN disebut akan membebani keuangan PLN senilai Rp 3 triliun.
Keadaan oversupply listrik ini mulai berlangsung sejak pandemi Covid-19. PLN menyebut permintaan listrik mulai menurun meskipun pada 2019 untuk Pulau Jawa dan Bali terdapat keseimbangan antara pasokan dan demand listrik.
Oversupply Bakal Teratasi Lebih Cepat
PLN merinci peningkatan kelebihan daya yang dimulai pada 2020 sebesar 39,9% lalu pada 2021 turun menjadi sebesar 37%. Namun, kelebihan pasokan listrik pada tahun 2022 naik lagi menjadi sebesar 56%.
Melihat kondisi ini, pada awalnya PLN menyebut permasalahan oversupply dapat teratasi pada 2029. Namun, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menargetkan PLN dapat menyelesaikan permasalahan oversupply lebih cepat dari perkiraan sebelumnya dengan peningkatan konsumsi listrik.
“Kondisi oversupply sudah bisa diselesaikan pada 2025-2026, dari perkiraan awal baru bisa diselesaikan pada 2029-2030,” kata Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, pada Rabu (15/11).
Darmawan optimistis masalah oversupply ini dapat diselesaikan lebih cepat karena adanya pertumbuhan permintaan listrik yang jauh lebih tinggi dibandingkan yang PLN perkirakan. “Ditambah lagi, kami juga sudah menjalankan negosiasi take or pay (pembangkit listrik),” kata dia.
Berkat percepatan penyelesaian masalah oversupply listrik ini, Darmawan mengatakan dapat mempermudah masuknya energi baru terbarukan (EBT) dalam skala besar di kelistrikan. “Kami sudah berhasil mensinkronkan kondisi oversupply dengan penambahan energi baru terbarukan ini,” ujarnya.