Shell memprediksi permintaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) global melonjak lebih dari 50% pada 2040. Cina dan negara-negara Asia selatan dan tenggara disebut akan memimpin permintaan LNG untuk menopang pertumbuhan ekonomi mereka.
Laporan LNG Market Outlook, Shell menyebutkan pasar LNG akan tetap ketat dalam beberapa tahun ke depan, dengan harga bergerak di atas level tertinggi sepanjang sejarah.
“Permintaan gas alam mencapai puncaknya di beberapa kawasan, termasuk Eropa, Jepang, dan Australia pada 2010an, namun terus meningkat secara global, dan diperkirakan mencapai sekitar 625-685 juta metrik ton per tahun pada 2040,” kata Shell seperti dikutip Reuters, Kamis (15/2).
Adapun jumlah tersebut sedikit lebih rendah dari perkiraan Shell pada 2023 dengan peningkatan permintaan global menjadi 700 juta ton pada 2040. “Meskipun keadaan relatif seimbang dan tampak relatif nyaman saat ini, pasar masih cukup rapuh,” kata wakil presiden eksekutif Shell Energy Steve Hill.
“Kami memiliki pasar yang ketat secara struktural yang telah diimbangi oleh kelemahan pasar jangka pendek dimana kami melihat kerapuhan dan volatilitas terus berlanjut,” kata Hill menambahkan.
Dominasi Cina
Shell mengatakan permintaan LNG global diperkirakan meningkat lebih dari 50% pada tahun 2040, seiring Cina dan negara-negara di Asia Selatan dan Tenggara menggunakan LNG untuk mendukung pertumbuhan ekonomi mereka.
“Cina, yang pada tahun 2023 melampaui Jepang sebagai importir LNG terbesar di dunia, kemungkinan akan mendominasi pertumbuhan permintaan LNG pada dekade ini karena industrinya berupaya mengurangi emisi karbon dengan beralih dari batu bara ke gas,” tulis laporan Shell.
“Cina adalah pasar yang paling optimistis dalam dekade ini. Dan salah satu alasannya adalah banyaknya infrastruktur gas baru yang mulai beroperasi saat ini,” kata Hill kepada para analis.
Impor LNG Cina pada 2024 diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 80 juta ton, dari sekitar 70 juta ton pada tahun 2023, menurut perkiraan ICIS dan Rystad, melampaui rekor tahun 2021 sebesar 78,79 juta ton.
Dari tahun 2030 hingga 2040, penurunan produksi gas dalam negeri di beberapa wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara dapat mendorong lonjakan permintaan LNG karena negara-negara tersebut membutuhkan bahan bakar untuk pembangkit listrik atau industri berbahan bakar gas.
Laporan Shell memperkirakan adanya keseimbangan antara peningkatan permintaan dan pasokan baru untuk wilayah-wilayah tersebut, namun dikatakan bahwa investasi yang signifikan akan diperlukan dalam infrastruktur impor gas.
“Dalam jangka menengah, permintaan laten LNG – khususnya di Asia – akan mengonsumsi pasokan baru yang diperkirakan akan masuk ke pasar pada paruh kedua tahun 2020an,” kata laporan tersebut.
Karena persediaan mencukupi pada tahun lalu ketika pasar dunia mulai pulih dari gangguan besar terkait dengan pecahnya perang Ukraina pada tahun 2022, harga-harga pun menurun.
Harga spot Asia rata-rata sekitar US$ 18 per juta British thermal unit (mmBtu) pada 2023, turun dari harga tertinggi sepanjang masa sebesar US$ 70 per mmBtu pada tahun 2022.
Harga terus turun tahun ini dan tetap di bawah US$ 10 per mmBtu, sehingga mendorong pembeli dari Cina hingga Bangladesh untuk mengunci pasokan baru dari Qatar dan Amerika Serikat.
Hill mengatakan bahwa kontrak LNG jangka panjang yang telah ditandatangani Eropa sejauh ini tidak akan mengisi kesenjangan permintaan-penawaran selama sisa dekade ini.
“Terdapat kekurangan struktural sebesar 50 juta hingga 70 juta metrik ton per tahun selama sisa tahun di dekade ini atau lebih yang perlu dipertahankan oleh Eropa.
Di pasar AS, ia mengatakan bahwa perpanjangan larangan terhadap proyek ekspor LNG baru akan “berdampak besar” pada pasar global yang berkembang pesat.
Larangan tersebut “mungkin baik-baik saja jika berlangsung selama satu tahun atau lebih, namun jika larangan tersebut bersifat jangka panjang, maka hal tersebut akan mempunyai dampak yang cukup besar terhadap pasar,” kata Hill kepada para analis.