SKK Migas Proyeksi Harga Minyak Berpotensi Naik ke US$ 90 per Barel
SKK Migas memprediksi harga minyak dunia tahun ini bergerak di kisaran US$ 70 hingga US$ 90 per barel. Proyeksi ini berdasarkan tiga skenario yang berbeda.
Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf mengatakan perkiraan harga minyak sepanjang 2024 masih berada di rentang US$ 70 per barelnya. “Ekspektasi kami masih di atas US$ 70 per barel,” kata Nanang dalam webinar yang dipantau secara daring pada Jumat (16/2).
Nanang menyampaikan, saat memperkirakan harga minyak pemerintah menggunakan tiga skenario yang berbeda menurut beberapa analisis. Pertama, dengan analisis pasokan yang lebih kecil dibandingkan demand.
Analisis ini dapat dipengaruhi oleh ekspor minyak Rusia yang hilang dari pasar serta cadangan minyak dunia yang berkurang. Kondisi ini dapat menyebabkan lonjakan harga minyak. “Bukan hal yang tidak mungkin harga minyak akan melonjak di atas US$ 90 per barel,” ujarnya.
Kedua, analisis berdasarkan base case. Analisis ini menggambarkan keadaan antara pasokan dan permintaan relatif seimbang. “Ya seperti saat ini yang terjadi, maka perkiraan harga minyak tidak lebih dari US$ 70 sampai US$ 90 pergerakannya,” ucapnya.
Analisis base case ini dapat dipengaruhi oleh permintaan yang meningkat, tumbuhnya perekonomian Cina, OPEC+ yang secara efektif mengelola suplai, serta penurunan pasokan oleh Rusia.
Analisis ketiga, analisis kelebihan pasokan yang dapat membuat harga minyak berada di bawah angka US$ 70 per barel. “Ini yang the worst skenario, apalagi kalau pertumbuhan ekonomi melambat, maka harga minyak bisa di bawah $ 70 per barel,” kata dia.
Menurut data harga patokan minyak mentah Indonesia atau ICP yang dirilis oleh Kementerian ESDM, rata-rata harga ICP sepanjang 2023 sebesar US$ 78,34 per barel.
Angka ini mengalami penurunan 19,17% dibandingkan 2022 yang rata-rata harga ICP nya mencapai US$ 97,03 per barel. Melihat data rata-rata ICP sejak 2017 hingga 2023, tahun 2022 merupakan tahun dengan capaian rata-rata harga ICP tertinggi.
Sementara itu, capaian rata-rata ICP terendah periode 2017 hingga 2023 terjadi pada 2020. Tahun pertama pandemi Covid-19, capaian rata-rata ICP hanya sebesar US$ 40.39 per barelnya.
“Dibanding 2017 sampai saat ini trennya meningkat hanya memang terjadi anomali di 2020 saat Covid-19 itu pun mengalami satu tahun saja, setelah itu terjadi peningkatan ke US$ 68 kemudian 2022 mencapai US$ 97 dan tahun lalu US$ 78,” ujar Nanang.