Harga tembaga terus mendekati US$ 10.000 per ton atau memuncaki level tertinggi dalam dua tahun terakhir. Hal ini dipicu oleh spekulasi bahwa pulihnya ekonomi global akan meningkatkan permintaan untuk bahan-bahan industri.
Mengutip Bloomberg, harga tembaga naik 1% pada hari Senin pagi (22/4) mencapai US$ 9.970 per ton, sebelum diperdagangkan pada US$ 9.950 pada pukul 9:55 pagi di Shanghai.
Tidak jauh beda dengan catatan Bloomberg, harga tembaga tiga bulan di London Metal Exchange (LME) naik 1,4% menjadi US$ 9.866 per metrik ton, setelah menyentuh US$ 9.913,50 yang merupakan level tertinggi sejak April 2022.
Selain karena permintaan, lonjakan harga tembaga juga disebut karena adanya tanda-tanda peningkatan aktivitas manufaktur dari Amerika Serikat ke Cina.
Di sisi lain, Reuters melaporkan bahwa kenaikan harga ini disebabkan karena aksi para investor yang memperpanjang pembelian tembaga di tengah kekhawatiran akan pasokan global. Selama dua bulan terakhir, harga tembaga naik hingga 16%.
"Tema utama tetap sama. Arus masuk uang pada April ini secara luas juga merambah ke sektor komoditas,” kata ahli strategi logam dasar senior di pialang Marex, Alastair Munro dikutip dari Reuters.
Sementara itu, Citi dalam catatannya mengatakan bahwa skenario kasus dasar bank saat ini memproyeksikan harga tembaga dapat menembus US$ 10.500 per ton, dengan harga rata-rata US$ 10.000 pada kuartal kedua dan ketiga. "Pada keseimbangan risiko, kami sekarang melihat reli saat ini berlanjut selama tiga bulan mendatang," tulis Citi.
Tidak hanya tembaga, harga nikel juga mengalami kenaikan. Reuters mencatat harga nikel LME telah naik 5% menjadi US$ 19.480 per ton, sebelum menurun ke US$ 19.300 karena kekhawatiran pengetatan pasokan dari eksportir nikel utama yakni Indonesia dan pembicaraan di pasar bahwa pemerintah China membeli stoknya.
Sebuah sumber industri nikel mengatakan bahwa penimbun nikel ini sedang mencari stok 200.000 metrik ton nikel pig iron, atau 20.000 ton logam olahan.