SKK Migas Akui Kinerja Sektor Migas Belum Optimal, Ini Penyebabnya
SKK Migas mengaku belum dapat mencapai target yang ditetapkan untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional. Hal ini disebabkan oleh tiga hal, namun utamanya berkaitan dengan adanya pandemi Covid-19.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro menyampaikan pandemi tidak hanya menyebabkan tidak optimalnya operasional hulu migas karena adanya pembatasan-pembatasan mobilitas, tapi juga juga berdampak pada turunnya investasi hulu migas.
Hal ini menyebabkan jarak atau gap yang signifikan dengan target investasi pada program jangka panjang (LTP) yang telah disusun.
“Industri hulu migas memiliki cycle yang panjang sekitar tujuh tahun sejak ditemukannya lapangan migas hingga dapat diproduksi. Ketika terjadi pandemi, dan investasi turun tentu cycle akan bertambah panjang. Pandemi sudah berakhir, dampaknya terhadap kinerja dan operasional hulu migas masih dirasakan,” ujarnya, Rabu (24/4).
Selain pandemi Covid-19, terdapat faktor yang lain yang menjadi kendala. Seperti reliability fasilitas produksi yang tidak optimal karena sudah tua sehingga sering terjadi kebocoran, keterlambatan membangun infrastruktur industri hulu migas dan sebagainya.
Kendati demikian, SKK Migas bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terus melakukan upaya-upaya terbaik (best effort) untuk dapat mengoptimalkan produksi migas nasional guna mencapai target jangka pendek, sekaligus menjadi pondasi untuk mendukung pencapaian target jangka panjang.
Terkait penunjang produksi nasional yang sudah tua, Hudi mencontohkan hal tersebut seperti fasilitas di PHE ONWJ yang sudah ada sejak 1966 dan terus digunakan hingga saat ini, atau sudah berusia sekitar 58 tahun.
Oleh sebab itu, hudi menjelaskan bahwa SKK Migas dan KKKS melakukan upaya terbaik agar fasilitas yang sudah tua tersebut dapat beroperasi secara maksimal.
“Sekarang ini, untuk lapangan dengan fasilitas yang sudah tua, bicaranya tidak lagi kemampuan produksi maupun apakah produksinya bisa ditingkatkan, tetapi bagaimana menjaga agar tidak terjadi unplanned shutdown karena jika terjadi kebocoran dampaknya adalah produksi di lapangan tersebut akan dihentikan, akibatnya produksi dan lifting menjadi turun”, ujarnya.
Selain itu, SKK Migas juga berupaya untuk menekan decline rate dan mengoptimalkan produksi migas nasional, melalui peningkatan kegiatan workover, well service, juga pemboran sumur pengembangan. Hudi menyampaikan bahwa kegiatan tersebut terus meningkat dalam jumlah yang signifikan.
Untuk kegiatan workover jika 2021 terdapat 566 sumur, jumlahnya pada 2023 meningkat menjadi 834 sumur atau naik sekitar 47,3%. Begitu pula kegiatan well service yang berjumlah 22.790 pada 2021, kemudian bertambah menjadi 33.412 atau naik 46,6% dalam waktu tiga tahun. Dia menambahkan untuk 2024 workover ditargetkan 905 sumur dan well service 35.690 kegiatan.
Sementara untuk pemboran sumur pengembangan juga terdapat peningkatan. Pada 2021 realisasi pemboran sumur pengembangan sebanyak 480 sumur, jumlah ini meningkat menjadi 799 sumur atau naik 66,5% pada 2023.
“Kerja keras SKK Migas dan KKKS, terlihat dari tren produksi minyak dan gas yang mulai membaik, yang ditandai dengan decline rate yang bisa yang di 2023 hanya 1,1% dibandingkan laju decline rate dari 2016 hingga 2022 yang rata-rata sekitar 5%. Bahkan untuk gas, di 2023 sudah terjadi incline rate sebesar 2,1%,” ucapnya.