Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan divonis hukuman penjara sembilan tahun usai dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Pertamina pada periode 2011–2014.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Karen terbukti bersalah karena melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain penjara sembilan tahun, hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp 500 juta. “Apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan tiga bulan,” kata Hakim Ketua, Maryono, di PN Jakarta Pusat, Senin (24/6).
Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi atau JPU KPK yakni 11 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar. KPK juga menuntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104 ribu subsider 2 tahun penjara.
Karen didakwa merugikan negara sebesar US$ 113,84 juta atau setara Rp 1,77 triliun dalam kasus pengadaan LNG tersebut. Mantan Dirut Pertamina itu didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104.016 atau setara dengan Rp 1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) senilai US$ 113,84 juta atau Rp 1,77 triliun.
Pada perkara ini, Karen juga disangkakan memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS. Persetujuan diberikan tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2.
Ia malah memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013–2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012–2014.
Keduanya diberi kuasa untuk masing-masing menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) CCL Train 1 dan Train 2, meski belum seluruh Direksi Pertamina menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) untuk LNG SPA CCL Train 1 dan tanpa didukung persetujuan direksi untuk LNG SPA CCL Train 2.
Karen turut didakwa melakukan komunikasi dengan pihak Blackstone, yang merupakan salah satu pemegang saham pada Cheniere Energy, Inc., dengan tujuan untuk mendapatkan jabatan.