Citi Prediksi Harga Minyak Bangkit ke US$ 80-an per Barel, Sebut Sejumlah Faktor

ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Perwira memeriksa kran air terproduksi di Pusat Pengumpul Produksi (PPP) Pertamina EP Prabumulih Field, Sumatera Selatan.
Penulis: Happy Fajrian
8/8/2024, 11.55 WIB

Citi Research memprediksi harga minyak naik ke kisaran US$ 80 per barel, bangkit dari kejatuhannya baru baru ini. Citi mengutip sejumlah faktor yang mempengaruhi harga termasuk ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

“Fundamental minyak, geopolitik dan arus keuangan global, semuanya dapat memberikan dukungan sementara pada harga minyak,” kata Citi dikutip dari Reuters, Kamis (8/8).

Pada Rabu (7/8), harga minyak mentah berjangka Brent ditutup naik US$ 2,09 atau 2,73% menjadi 78,57 per barel. Sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) naik US$ 2,29 atau 3,12% menjadi US$ 75,49.

Brent merosot ke level terendah sejak awal Januari dan WTI menyentuh level terendah sejak Februari pada Senin (5/8), karena kemerosotan pasar saham global semakin dalam di tengah kekhawatiran tentang potensi resesi di AS setelah data pekerjaan yang lemah.

Komoditas termasuk minyak bergabung dengan aksi jual global karena kekhawatiran akan resesi AS memicu kekhawatiran atas permintaan.

“Ada kemungkinan harga minyak Brent akan kembali naik ke kisaran US$ 80-an bawah hingga menengah, dan pada titik itu kami akan kembali merekomendasikan penjualan,” kata Citi.

“Harga minyak sebagian besar telah mengabaikan risiko (geopolitik) untuk saat ini, mungkin melihat jalur sempit dari konflik ke gangguan minyak fisik yang sebenarnya. Namun, salah perhitungan berpotensi menyebabkan eskalasi dan penularan yang tidak terduga di seluruh wilayah,” kata Citi.

Timur Tengah bersiap menghadapi kemungkinan gelombang serangan oleh Iran dan sekutunya menyusul pembunuhan anggota senior kelompok militan Hamas dan Hizbullah minggu lalu, dengan meningkatnya kekhawatiran bahwa konflik di Gaza dapat berubah menjadi perang yang lebih luas.

National Oil Corp Libya mengumumkan force majeure untuk ladang minyak Sharara, sehari setelah mengatakan akan mengurangi produksi dari ladang tersebut karena protes.