Nasib Proyek GRR Kilang Tuban, Menteri ESDM: Masih Terganjal Geopolitik

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.
Ilustrasi kilang Pertamina.
Penulis: Mela Syaharani
12/8/2024, 13.26 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan perkembangan proyek grass root refinery (GRR) atau Kilang Tuban saat ini masih terganjal masalah geopolitik.

“Rusia masih siap disana, tapi kan kami masih ada hal-hal yang harus diperhitungkan,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ditemui Katadata.co.id dalam kunjungan kerja di Kalimantan Timur pada Minggu (11/8).

Kilang Tuban merupakan proyek kerja sama antara Pertamina dengan perusahaan migas Rusia, Rosneft. Pertamina dan Rosneft bahkan telah menandatangani kontrak desain Kilang Tuban dengan kontraktor terpilih pada Oktober 2019.

Kilang dengan nilai Investasi proyek mencapai US$ 3,8 miliar atau sekitar Rp 54,2 triliun itu dibangun dengan kapasitas pengolahan 300 ribu barel per hari yang diperkiraan dapat menghasilkan 30 juta liter bahan bakar minyak (BBM) per hari untuk jenis gasoline dan diesel.

Dia mengatakan kelancaran proyek Kilang Tuban sangat berpengaruh terhadap kinerja produksi BBM di Indonesia. Arifin menyebut dengan kapasitas pengolahan mencapai 300 ribu barel ini dapat mengurangi jumlah impor minyak dan BBM dari luar negeri.

“Kita kan kapasitasnya masih kurang 300 ribu-an barel per hari, nah sebetulnya itu akan cukup jika proyek GRR Tuban bisa produksi,” ucapnya.

Oleh sebab itu, Arifin menyebut pihaknya akan terus menggenjot perkembangan proyek GRR Tuban terus berjalan.

Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan cukai plastik menjadi salah satu faktor yang menunda investasi Rosneft Oil Co PJSC di Indonesia.

Menurutnya, alasan utama Rosneft menunda investasi di bidang petrokimia nasional adalah konflik geopolitik Rusia dan Ukraina yang belum rampung.

"Sekarang Rosneft sedang mencari strategi agar dapat keluar dari dampak konflik tersebut agar investasi bisa jalan, termasuk di dalamnya mengurangi dampak cukai plastik," kata Bahlil di kantornya, Senin (29/7).

Bahlil mengatakan Rosneft dan Pertamina sedang melakukan negosiasi ulang terkait rencana investasinya di Indonesia. Pemerintah juga telah menyiapkan beberapa alternatif pengganti Rosneft jika negosiasi berakhir buntu.

Walau demikian, Bahlil menekankan mitra Pertamina dalam mengembangkan industri petrokimia di Tuban sampai saat ini masih Rosneft. "Ada beberapa alternatif mitra Pertamina di Tuban, tapi sampai sekarang tetap Rosneft," ujarnya.

Reporter: Mela Syaharani