Harga minyak mentah Amerika Serikat naik lebih dari 2% pada penutupan perdagangan Selasa (2/10), setelah serangan rudal Iran terhadap Israel. Pasar tengah mengamati apakah serangan rudal Iran terhadap Israel akan menyebabkan eskalasi konflik lebih lanjut di Timur Tengah.
"Banyak yang merasa puas diri tentang perang ini," kata Helima Croft, Kepala Strategi Komoditas Global di RBC Capital Markets, seperti dikutip dari CNBC, Rabu (2/10).
Dia mengatakan, para pedagang sebagian besar mengabaikan ancaman gangguan pasokan minyak dari ketegangan yang membara di Timur Tengah. Pasar tengah mengamati apakah Israel mungkin menargetkan fasilitas nuklir atau infrastruktur minyak Iran sebagai tanggapan atas serangan itu. Iran memproduksi lebih dari 3 juta barel minyak per hari, level tertinggi dalam lima tahun.
"Kita perlu memikirkan skenario di mana pasokan minyak Iran berisiko," kata Croft.
West Texas Intermediate Kontrak November naik 2,44% menjadi US$ 69,83 per barel. Sebelumnya, minyak mentah AS telah turun lebih dari 2% tahun ini. Brent Kontrak Desember naik 2,58% menjadi US$ 73,56 per barel.
Iran Serang Israel dengan 180 Rudal
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengidentifikasi sekitar 180 rudal yang ditembakkan dari Iran ke Israel. Sebagian besar rudal berhasil dicegat, meskipun beberapa serangan telah diidentifikasi,
"IDF sedang menilai situasi, dan saat ini tidak mengetahui adanya korban, kata juru bicara militer Daniel Hagari.
"Serangan ini akan memiliki konsekuensi," kata Hagari.
Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada NBC News sebelumnya bahwa AS akan membantu membela Israel dan memperingatkan Iran bahwa serangan akan "membawa konsekuensi yang berat."
Ketegangan di Timur Tengah telah meningkat drastis selama seminggu terakhir, karena Israel telah menggempur milisi Hizbullah yang didukung Iran dengan serangan udara. Serangan itu menewaskan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah. Israel mengirim pasukan darat ke Lebanon selatan pada Selasa (1/10).