Harga minyak dunia naik lebih dari 3% pada Senin (7/10) seiring meningkatnya risiko perang di Timur Tengah. Harga minyak Brent bahkan melampaui US$80 per barel untuk pertama kalinya sejak Agustus.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent naik US$2,88, atau 3,7%, menjadi US$80,93 per barel, sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik US$2,76, atau 3,7%, menjadi US$77,14 per barel.
Harga minyak Brent naik lebih dari 8% dan WTI naik lebih dari 9% dalam sepekan lalu, kenaikan mingguan tertinggi dalam lebih dari setahun. Lonjakan harga terjadi setelah serangan rudal Iran pada 1 Oktober terhadap Israel menimbulkan kekhawatiran bahwa respons dari Israel akan ditujukan pada infrastruktur minyak Teheran.
"Jika itu terjadi, harga minyak bisa naik US$3 hingga US$5 per barel," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates, seperti dikutip dari Reuters.
Roket yang ditembakkan oleh Hizbullah, kelompok militan Lebanon yang mendapat dukungan dari Iran, menghantam kota terbesar ketiga Israel, Haifa, pada Senin pagi (7/10). Di sisi lain, Israel tampak siap untuk memperluas serangan darat ke Lebanon selatan pada peringatan pertama perang Gaza yang telah menyebarkan konflik di Timur Tengah.
"Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa konflik tersebut dapat terus meningkat,"ujar analis di Tudor, Pickering, Holt & Co pada Senin (7/10).
Ia menilai, kondisi ini tidak hanya membahayakan produksi Iran sebesar 3,4 mmbopd atau juta barel minyak per hari, tetapi juga menciptakan gangguan lebih lanjut terhadap pasokan regional.
"Peningkatan pada hari Senin kemungkinan didorong oleh manajer investasi yang menutup taruhan bearish pada meningkatnya risiko gangguan terhadap pasokan minyak Timur Tengah," kata analis UBS Giovanni Staunovo.
Bearish adalah istilah yang menggambarkan kondisi penurunan harga. Sedangkan kondisi pasar yang sedang bergerak naik disebut bullish,
Namun, ia memperingatkan bahwa reli yang didorong oleh rasa takut membuat harga minyak terbuka untuk penurunan cukup besar jika Israel memutuskan untuk tidak menyerang infrastruktur minyak Iran. Kondisi Itu dapat menurunkan harga minyak antara US$5 dan US$7 per barel.
"Sampai seminggu yang lalu, saya pikir kita akan menguji harga minyak di bawah US$60," kata Brent Belote, pendiri dana lindung nilai yang berfokus pada komoditas Cayler Capital.
Permintaan tetap lemah, dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak atau OPEC memiliki kapasitas pasokan cadangan yang cukup untuk mengimbangi gangguan apa pun terhadap ekspor Iran. Belote menjelaskan, OPEC+ yang mencakup Rusia akan mulai meningkatkan produksi mulai Desember setelah memangkas produksi dalam beberapa tahun terakhir untuk mendukung harga karena permintaan global yang lemah.
"Namun, harga minyak mentah Brent kemungkinan harus mendekati $90 atau lebih agar OPEC+ dapat meningkatkan pasokan," kata Lipow.