Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia memastikan pemerintah tidak akan merelaksasi atau membuka kembali ekspor bijih bauksit.
Larangan ekspor itu bertujuan untuk mengembangkan hilirisasi di sektor mineral. “Tidak, tidak ada (ekspor bauksit), enak saja,” kata Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (21/10).
Pengembangan tersebut sudah masuk dalam rencana Kementerian ESDM ke depan. “Tugas kami, bagaimana mengoptimalkan hilirisasi pada sektor selain nikel, termasuk bauksit. Nanti kami review,” ujarnya.
Pemerintah melarang ekspor bijih bauksit sejak Juni 2023. Harapannya, larangan tersebut dapat mendorong industri pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit di dalam negeri.
Dampak Larangan Ekspor Bauksit
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Maman Abdurrahman sebelumnya meminta Kementerian ESDM membuka relaksasi ekspor bauksit mentah. Relaksasi ini dibutuhkan karena kondisi perekonomian Kalimantan Barat yang lesu.
“Saya tidak sepenuhnya ingin mendukung pembukaan ekspor kembali, tetapi saya ingin menyampaikan kepada pemerintah agar ruang relaksasi bauksit dibuka secara proporsional,” kata Maman dalam rapat kerja Kementerian ESDM bersama Komisi VII DPR pada 8 Juli lalu.
Pihaknya juga akan mengupayakan adanya proses dengar pendapat terkait usulan ini dengan mendatangkan beberapa kepala daerah di Kalimantan Barat, termasuk pelaku usaha dan masyarakat.
“Kami tidak juga memberikan usulan membuka kuota besar, tidak. Tetapi sifatnya adalah mendorong membuka kuota ekspor terbatas agar ruang ekonomi bisa bergerak di Kalimantan Barat,” ujarnya.
Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) mengatakan, larangan ekspor telah mengakibatkan dampak negatif bagi industri bauksit. “Banyak perusahaan gulung tikar, sekitar 1500 orang kehilangan pekerjaan atau PHK,” kata Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto saat dihubungi Katadata.co.id pada 2 Juli 2024.
Kondisi pelarangan ekspor saat ini tidak diimbangi dengan performa fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter. Akibatnya, hasil tambang bijih bauksit tidak dapat tertampung pelaku industri smelter.
“Produksi bauksit sebanyak 30 juta ton per tahun, namun yang dibutuhkan smelter hanya 18 juta ton. Itupun kalau smelter beroperasi penuh,” ujarnya. “Sisa 12 juta ton produksi bauksit tersebut saat ini nasibnya tidak menentu.”