Vale Percepat Pengerjaan Dua Proyek Smelter HPAL, Rampung 2026

vale, tambang vale, smelter
ANTARA FOTO/REUTERS/Yusuf Ahmad
Ilustrasi. Truk-truk membawa bijih nikel mentah di dekat Sorowako, Sulawesi, Indonesia.
Penulis: Mela Syaharani
Editor: Agustiyanti
19/3/2025, 14.08 WIB

PT Vale Indonesia menargetkan dua proyek pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter di Morowali, Sulawesi Tengah dan Pomalaa, Sulawesi Tenggara rampung pada 2026.

“Harapan kami, semua dua pabrik di Sultra dan Sulteng pada 2026. Kami upayakan selesai,” kata CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy saat ditemui di Jakarta pada Selasa (19/3).

Febri menjelaskan, target rampungnya dua pabrik ini pada 2026 merupakan target internal antara Vale dan perusahan partner. Secara formal, kedua proyek ini ditargetkan rampung pada 2027.

“Kami ingin mempercepat saja, investasi sudah dimulai masa mau berjalan pelan?” ujarnya.

Dia mengatakan, Vale saat ini memiliki tiga proyek investasi besar yang tersebar di tiga wilayah Sulawesi. Selain di Pomalaa dan Morowali, Vale juga sedang membangun smelter di Sorowako, Sulawesi Selatan.

Menurut dia, tiga proyek ini berbasis energi rendah karbon dan ketiganya menggunakan teknologi HPAL. “Ketika proyek ini investasinya berkisar US$ 9 miliar atau Rp 130 triliun,: ucapnya.

Febri menyampaikan ketiga proyek ini dibangun bersama partner. Vale disini berperan sebagai pengelola tambang karena memegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK), sementara partner mereka bertugas untuk bagian smelter dan teknologi HPAL.

Biaya US$ 9 miliar ini mencakup untuk tambang hingga proses hilirisasinya. “Progresnya sangat baik, terutama yang di Pomalaa kerja sama dengan Ford dan Huayou,” katanya.

Dia menyebut nilai investasi proyek-proyek Vale berjumlah besar karena kapasitas produksi smelter HPAL di Pomalaa mencapai 120 ribu ton. Smelter di Morowali memiliki kapasitas sebesar 60 ribu ton HPAL.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Mela Syaharani