Banyak Industri Terdampak Corona, Otomotif dan Tekstil Paling Berat

ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI
Seorang pekerja sedang beraktifitas di pabrik garmen. Industri tekstil salah satu sektor usaha yang terpukul cukup berat akibat pandemi corona.
Penulis: Ekarina
8/4/2020, 14.27 WIB

Pandemi corona yang merebak secara global hingga di Tanah Air  berdampak terhadap sektor industri manufaktur dengan skala tekanan yang beragam. Kementerian Perindustrian telah mmemetakan sektor industri yang terdampak wabah Covid-19.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, secara umum, hampir semua sektor industri terdampak penyebaran Covid-19, sehingga perlu mendapat perhatian lebih. “Beberapa industri mengalami hard hit," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (8/4).

A. Sektor industri yang terdampak berat: industri otomotif; industri besi baja; industri pesawat terbang dan MRO, kereta api dan galangan kapal; industri semen; industri keramik, kaca; industri regulator, peralatan listrik, dan kabel; industri elektronika dan peralatan telekomunikasi; industri tekstil; industri mesin dan alat berat; industri meubel dan kerajinan.

(Baca: Kemenperin Tak Larang Industri Beroperasi di Tengah Pandemi Corona)

B. Sektor industri yang terdampak moderat: industri petrokimia; industri karet.

Agus juga memaparkan di tengah pandemi yang begitu hebat meluas di seluruh dunia, masih ada beberapa industri berpotensi diandalkan untuk memperkuat neraca perdagangan. Industri tersebut di antaranya adalah makanan dan minuman, industri farmasi dan fitofarmaka, serta industri alat pelindung diri (APD), alat kesehatan dan ethanol, masker dan sarung tangan.

Untuk industri Alat Pelindung Diri (APD), Agus menyatakan industri dalam negeri memiliki kapasitas produksi sebesar 18,3 juta pcs per bulan di tengah permintaannya yang tinggi.

(Baca: Beberapa Sektor Usaha Terancam Mati Akibat Pemberlakuan PSBB )

Di industri farmasi dan obat, produksi obat chloroquine saat ini pihaknya mencatat memiliki kapasitas produksi 2,9 juta tablet per bulan, vitamin C 18 juta tablet per bulan, dan suplemen bahan alam 72 juta kapsul per bulan.

Demikian pula dengan industri masker. Kemenperin mencatat, dari sejumlah industri masker yang beroperasi saat ini, secara keseluruhan total kapasitas produksi yang dimiliki sebesar 318 ribu potong per bulan.

Sementara industri sarung tangan karet menurutnya saat ini memiliki kapasitas 8,6 miliar potong per bulan, serta industri lain seperti ethanol dan hand sanitizer.

Dampak Corona

Penyebaran Covid-19 yang cukup luas, membuat beberapa sektor industri terdampak sehingga mengakibatkan beberapa permasalahan, seperti kontrak pembayaran tertunda.

“Terdapat beberapa kontrak pembayaran yang tertunda bahkan ada yang mengalami pembatalan order,” ujarnya.

Dampak lain yang menurutnya juga cukup terasa yakni menurunnya tingkat utilisasi produksi akibat turunnya permintaan dan penjualan pada beberapa industri.

Dia juga mengakui dampak lain dari penurunan utilisasi dan kapasitas produksi ini bisa menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Belum lagi, sulitnya memperoleh bahan baku dan bahan penolong karena asal negara impor yang aksesnya kini mulai terbatas dan harganya yang terus naik tertekan kenaikan kurs dolar.

Operasional beberapa industri juga terancam berhenti karena adanya larangan beroperasi bagi industri di beberapa wilayah.

“Karenanya terkait regulasi dan deregulasi tentang Covid-19 untuk sektor industri, kami  sedang mengusulkan industri agar diberikan kemudahan dalam penerbitan izin usaha beberapa bidang seperti industri APD,” ujarnya.

Stimulus Tambahan

Untuk mengurangi tekanan industri akibat pandemi corona, pihaknya bakal mengusulkan sejumlah stimulus tambahan.

Rangsangan itu di antaranya berupa penundaan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan, pinjaman lunak (soft loan) dari pemerintah untuk membantu cashflow perusahaan yang terdampak dengan bukti keuangan aktual, serta pembelian gas dari Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan menggunakan fix rate.

Pihaknya juga akan mengusulkan pinjaman dana talangan untuk pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Sebab, saat ini menurutnya banyak perusahaaan mengalami kesulitan keuangan hingga terancam tak mampu membayar THR kepada pekerjanya akibat minimnya pemasukan. 

Selain itu, insentif lain menurutnya juga bisa diberikan dalam bentuk relaksasi pembayaran utang, dan keringanan penurunan bunga, serta jaminan tetap berproduksi dan distribusi bagi industri untuk menjaga pasokan ke masyarakat.

“Industri mengusulkan diberikan ruang untuk mendapatkan pinjaman lunak dari bank dengan tenor pinjaman yang bisa diperpanjnag, agar mereka bisa membayar THR," kata Agus.

(Baca: Imbas Pandemi Corona, Penjualan Produk Tekstil Diprediksi Anjlok 50%)

Oleh karena itu, dia berharap perbankan dapat memberikan relaksasi kredit kepada perusahaan yang kasnya negatif.

Usul lain untuk menekan dampak pandemi penundaan pembayaran tagihan listrik selama enam bulan dari April sampai September 2020. Industri mengusulkan agar bisa memberikan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan.

“Industri juga mengusulkan pemberian diskon tarif waktu beban idle yaitu pukul 22.00-06.00 sebesar 50%. Ada usul juga keringanan pembayaran atau subsidi listrik bagi industri terdampak seperti industri tekstil,” ujarnya.

Sebelumnya, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengeluhkan penurunan penjualan produk tekstil akibat wabah corona. Penjualan industri ini anjlok hingga 50% seiring dengan dibatalkannya pesanan ekspor, sementara permintaan dalam negeri kian menyusut seiring dengan menurunnya daya beli masyarakat.

Sekretaris Jenderal API Rizal Tanzil mengatakan beberapa anggota API mulai menutup pabrik hingga beberapa waktu ke depan sesuai dengan arahan pemerintah.

"Sudah besar ini dampaknya karena pasar ekspor banyak yang dibatalkan dan pasar domestik daya beli turun urusan semuanya pada kesehatan. Mungkin lebih dari 50%," kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (2/4).

Sebelum pandemi corona merebak, industri tekstil, khususnya di sektor hilir telah telah tertekan oleh gempuran produk impor. Bahkan, impor tekstil diketahui lebih besar dibandingkan ekspor.

Padahal, industri ini sebelumnya cukup diandalkan dan menjadi salah satu sektor industri unggulan karena produksinya mampu menembus beberapa pasar di dunia. Detail mengenai kinerja ekspor tekstil dilampirkan dalam databoks berikut:

Sementara Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan masih menghitung dampak pelemahan penjualan otomotif terhadap target penjualan nasional tahun ini. Sebelumnya, pengusaha memperkirakan penjualan tahun ini bisa mencapai 1,1 juta unit.

Beberapa Agen Pemegang Merek (APM) sebelumnya menyatakan dampak Covid-19 telah menyebabkan demand kendaraan menurun. PT Honda Prospect Motor (HPM), misanya yang menyebut penjualan selama Maret 2020 turun hingga 30% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Sementara PT Toyota Astra Motor (TAM) memprediksi penurunan penjualan 25% pada  maret 2020 setelah virus corona merebak di Indonesia.