Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menargetkan pemberlakukan tindakan pengamanan atau safeguard berupa tarif tambahan bea masuk tekstil dapat berlaku pada awal November. Upaya ini dilakukan untuk melindungi produk tekstil dalam negeri dari gempuran impor.
"Kami harap awal November akan diumukan pemerintah atau setelah mendapatkan respons dari berbagai negara untuk menerapkan tarif sementara," kata Ketua Umum API Ade Sudrajat di kantornya, Jakarta, Kamis (19/9).
API mengusulkan safeguard diberlakuan terhadap 180 kode harmonized system (HS). Namun, keputusan safeguard masih bergantung pada hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag).
(Baca: Pacu Ekspor Tekstil, Pengusaha Minta Jokowi Pangkas Izin )
Menurutnya, pengenaan safeguard diperbolehkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Safeguard dapat diterapkan untuk melindungi pasar di dalam negeri yang mengalami kerugian.
Rencana pengenaan safeguard telah dirumuskan dalam satu bulan terakhir. Saat ini, usulan tersebut telah diajukan kepada KPPI untuk dilakukan penyelidikan.
Setelah penyelidikan selesai, notifikasi pengenaan safeguard akan dikirimkan terhadap seluruh negara. "Lalu kami menanti sanggahan dari negara lain," ujar dia.
Adapun tarif safeguard tersebut akan diterapkan dengan besaran beragam berdasarkan sektornya. Untuk sektor fiber, tarif bea masuk tambahan dikenakan 2,5%. Sedangkan kain akan dikenakan sebesar 7%, benang 5-6%, dan garmen 15-18%.
Tarif safeguard akan berlaku sementara selama 200 hari selama menunggu hasil investigasi. Selanjutnya, safeguard akan diputuskan berdasarkan hasil investigasi dengan masa berlaku selama tiga tahun.
(Baca: Cegah Banjir Impor, Pengusaha Tekstil Usul Tarif Safeguard Hingga 18%)
Usulan penerapan safeguard juga akan didiskusikan bersama tiga kementerian terkait, yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perindustrian.
Meski begitu, Ade menilai pengenaan safeguard untuk mengurangi gempuran produk tekstil impor masih kurang ampuh. Dia berharap penetapan safeguard dapat diikuti revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2017 yang dinilai proimpor.
Di sisi lain, industri tekstil juga akan melakukan survei kapasitas atau sensus industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Ini dilakukan guna melihat kapasitas impor pada setiap produk. Dengan demikian, jumlah impor dapat disesuaikan dengan kapasitas industri.