Evolusi Mobil Listrik yang Kini Disokong Jokowi

ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Pengisi daya ulang super Tesla terlihat di sebuah tempat parkir di Suzhou, provinsi Jiangsu, China, Minggu (4/8/2019). Foto diambil tanggal 4 Agustus 2019.
Penulis: Pingit Aria
27/8/2019, 17.43 WIB

Mobil listrik adalah mobil yang digerakkan dengan motor yang menggunakan energi listrik yang disimpan dalam baterai. Kendaraan jenis ini memang belum jamak digunakan di Indonesia, namun ramai dibicarakan karena mendapat sokongan pemerintah.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden nomor 25 tahun 2019 tentang Mobil Listrik. Aturan itu memuat tentang berbagai insentif dari pemerintah pusat terkait pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri.

Jokowi berharap aturan ini bisa memberikan iklim investasi yang baik guna mendorong pertumbuhan industri baterai sebagai komponen utama kendaraan listrik. “Dengan begitu, strategis bisnis negara ini bisa kami rancang agar dapat membangun mobil listrik yang murah,” kata Jokowi, Kamis (8/8) lalu.

Ada 14 insentif fiskal untuk program percepatan kendaraan berbasis baterai listrik dalam Perpes tersebut. Di antaranya, insentif bea masuk untuk impor kendaraan listrik dan pajak pusat dan daerah. Bahkan, mobil listrik juga dibebaskan dari aturan ganjil genap kendaraan bermotor.

(Baca: Pemerintah Beri Insentif Bea Masuk hingga Parkir untuk Mobil Listrik)

Sebenarnya, apa kehebatan kendaraan listrik hingga pemerintah kini mendukung keberadaannya?

Di beberapa negara maju, mobil listrik sudah lama ada. Prototipe kendaraan listrik bahkan sudah ada sejak tahun 1832. Robert Anderson adalah seorang berkebangsaan Skotlandia yang pertama kali mengembangkan kendaraan listrik.

Namun baru di tahun 1870-an kendaraan berbasis listrik mulai praktis dan dapat digunakan seperti layaknya mobil masa kini. Dibandingkan mobil bertenaga uap dan gas, pada zamannya mobil bertenaga listrik juga lebih hening dan gampang dikendarai. Dengan cepat kendaraan ini populer di kota-kota besar Amerika Serikat.

Namun, setelah ditemukannya teknologi pengolahan minyak mentah yang lebih murah, popularitas mobil listrik menjadi pudar. Keberadaan kendaraan berbahan bakar minyak mulai menguasai jalanan.

Setelah krisis minyak dunia di tahun 1960-1970, banyak produsen otomotif yang mulai ngelirik lagi teknologi listrik. Salah satunya General Motors, yang mulai bikin prototipe kendaraan listrik untuk perkotaan pada tahun 1973, lalu diperkenalkan dengan nama EV1.

(Baca: Ada Insentif Pajak, Harga Mobil Listrik dan Konvensional Cuma Beda 15%)

Selain itu, kesadaran masyarakat atas dampak emisi gas rumah kaca membuat produsen kendaraan semakin serius memproduksi mobil listrik secara massal. Pabrikan Jepang pun meramaikan persaingan.

Honda barangkali jadi pabrikan Jepang pertama yang memproduksi mobil listrik EV Plus pada 1997. Saat itu, dengan baterai 12 V, mobil listrik EV Plus bisa melaju sejauh 160 kilometer untuk sekali pengisian.

Kemudian Mitsubishi juga turut meramaikan pasar dengan menjual i-MiEV, mobil full elektrik bertenaga baterai lithium-ion yang meluncur pada tahun 2009. Berikutnya, Nissan juga cukup sukses dengan merek andalannya, LEAF.

Selain itu, Toyota menghadirkan mobil ramah lingkungan pertamanya, yakni Prius Hybrid pada 1997. Mobil ini menggabungkan mesin internal combustion engine dengan motor listrik. Toyota baru mulai menggunakan bahan bakar listrik sepenuhnya pada seri iQ EV dan i-ROAD.

Tak sekadar ramah lingkungan, Tesla kemudian merilis mobil listrik dengan performa prima. Pada 2006, untuk pertama kalinya Tesla Roadster mampu melaju sejauh 356 kilometer sekali mengisi daya. Mobil ini pun mampu melaju dari 0-100 kilometer per jam dalam 4 detik.

(Baca: Infografik: Lima Pemain Mobil Listrik di Indonesia)

Rekor Tesla kemudian dipecahkan oleh Rimac, pabrikan mobil listrik asal Kroasia. Pada 2014, Rimac Concept One hadir dengan output 913 kW. Tenaga sebesar itu membuatnya mampu meluncur dari diam hingga 100 kilometer per jam dalam 2,5 detik.

Mobil listrik memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan mobil bermesin pembakaran dalam biasa. Yang paling utama adalah mobil listrik tidak menghasilkan emisi gas buang. 

Selain itu, mobil jenis ini juga tidak membutuhkan bahan bakar fosil sebagai penggerak utamanya. Pada akhirnya, ketergantungan minyak dari luar negeri pun berkurang.