(Baca: Rancangan Perjanjian Dagang Indonesia-Mozambik Segera Diteken)
Selain itu, pemerintah perlu menjadi penggerak agar para eksportir tertarik mengirim barang ke negara Afrika. Sebab, pelaku usaha tidak mengenal pasar Afrika dengan baik. “Secara umum, kami tidak punya ketertarikan besar terhadap negara-negara Afrika,” ujarnya.
Tidak banyak pengusaha yang mengeluarkan dana untuk mempelajari pasar ekspor ke Afrika. Terlebih lagi, risiko perdagangan ke negara-negara Afrika tergolong tinggi, memiliki banyak hambatan, dan biaya logistik mahal.
Karenanya, pemerintah dinilai perlu membekali pengusaha dengan pengetahuan pasar yang baik, tentang potensi pasar Afrika dan disebarluaskan ke pelaku usaha Indonesia.
Selain itu, upaya ini dapat dilakukan dengan mendorong sebanyak mungkin pengusaha Afrika ke forum Expo Indonesia, serta memberikan fasilitas khusus bagi eksportir Indonesia untuk berdagang dengan negara kawasan Benua Hitam.
Kemudian, perlu ada dukungan promosi dan edukasi yang intens kepada eksportir Indonesia agar tertarik mengekspor ke Afrika. Edukasi dapat berupa dengan sosialisasi penggunaan atau klaim manfaat dari kerja sama Indonesia-Afrika.
Shinta pun menyebut potensi perdagangan komoditas kompetitif di pasar Afrika saat ini, seperti CPO dan turunannya, kertas, ban, makanan dan minuman, tekstil-garment, footwear, produk farmasi dan otomotif.
(Baca: WIKA Ekspansi Bisnis di Afrika senilai US$365 Juta )
Sementara untuk kerjasama investasi, Shinta menilai sebaiknya tidak dipaksakan untuk bekerja sama. “Karena hitung-hitungan investasi itu rumit dan perimbangan antara risiko dan akan sangat tergantung pada pertimbangan pemainnya,” ujar dia.