Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan neraca perdagangan pada Maret 2019 akan membaik. Angkanya surplus seperti bulan sebelumnya.
Seiring dengan hal tersebut, defisit transaksi berjalan pada triwulan pertama akan membaik dibandingkan kuartal empat 2018. Pada saat itu, angkanya mencapai US$ 9,15 miliar atau 3,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB). "Ada indikasi (neraca perdagangan) surplus," kata dia di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (12/4).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam pun sependapat dengan pernyataan Mirza. Menurut dia, neraca dagang akan kembali surplus. "Itu lebih disebabkan oleh melambatnya impor, khususnya impor barang modal dan bahan baku," ujarnya.
(Baca: Terjebak di 5%, Target Pertumbuhan Ekonomi Sulit Tercapai)
Ia pun memperkirakan, perlambatan impor akan lebih besar dari perlambatan ekspor. Bila melihat tren harga komoditas yang cenderung menurun serta permintaan global yang melambat, kecil kemungkinan ekspor dapat meningkat.
Pada Februari lalu, neraca dagang mengalami perbaikan dengan surplus US$ 330 juta seiring kinerja impor yang menurun tajam. Angka tersebut berbanding terbalik bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang defisit US$ 52,9 juta serta Januari 2019 yang defisit US$ 1,16 juta.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kinerja neraca dagang kembali surplus setelah empat bulan berturut-turut mencatat defisit. "Surplus terjadi karena impor turun tajam, meski ekspor juga menurun," kata dia.
(Baca: Ekspor Februari Anjlok 10,03% Terseret Pelemahan Harga Komoditas)
Dilihat per sektor, BPS mencatat surplus perdagangan Februari lebih banyak disumbang oleh surplus non migas sebesar US$ 790 juta, berbalik dari bulan lalu yang defisit US$ 704,7 juta. Sementara sektor migas defisit sebesar US$ 464,1 juta. Dalam komponen migas ini, defisit terjadi karena minyak mentah dan hasil minyak defisit, sementara gas mengalami surplus.
Di samping itu, kinerja ekspor masih melambat pada Februari 2019 di tengah nilai impor yang menurun tajam menyebabkan perolehan suplus perdagangan menjadi kurang maksimal. Suhariyanto mengatakan pada bulan lalu, total ekspor mencapai US$ 12,53 miliar, turun 10,03% dibanding Januari 2019. Sedangkan dibanding Februari 2018 menurun 11,33%.