Pembiayaan Infrastruktur Non-Anggaran Pemerintah (PINA) menargetkan dapat mengumpulkan dana US$ 6 miliar atau sekitar Rp 83 triliun pada tahun ini. Target pendanaan ini lebih tinggi 94% dibandingkan dengan realisasi 2018 yang sebesar US$ 3,3 miliar atau sekitar Rp 45,87 triliun.
CEO PINA Ekoputra Adijayanto mengatakan, dana tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan proyek-proyek di enam sektor. Keenam sektor tersebut meliputi proyek energi terbarukan, gudang minyak, satelit, konektivitas, seperti jalan tol dan pelabuhan, pariwisata, dan industri strategis. "Tahun ini enam proyek, tapi memang jumlah dana yang akan masuk cukup besar," kata Ekoputra di Aloft Hotel, Jakarta, Jumat (8/2).
Menurutnya, proyek jalan tol yang akan dibiayai melalui PINA salah satunya berada di wilayah selatan Jawa. PINA akan memfasilitasi pembiayaan jalan tol tersebut guna mengurangi kesenjangan konektivitas di utara dan selatan Jawa.
Untuk pelabuhan, pemerintah sedang melakukan studi kelayakan (feasibility studies) untuk tujuh pelabuhan (hub port). "Begitu kajian selesai, sesegera mungkin kami akan luncurkan dari sisi financing, skemanya seperti apa," kata Ekoputra.
Untuk industri strategis, rencananya PINA akan membantu pembiayaan ekpansi pabrik di PT Dirgantara Indonesia (Persero). Ini dilakukan untuk mendorong produksi pesawat N-219.
Ekoputra mengatakan, permintaan produksi pesawat N-219 cukup tinggi. Hanya saja, kapasitas pabrik PT DI masih belum mumpuni. "Sehingga nanti diperluas. Mungkin kalau tadinya hanya bisa 4-6 unit, kami inginnya bisa sampai 30-an unit," kata Ekoputra.
Terkait sektor energi terbarukan, pemerintah ingin mereplikasi pembuatan pembangkit listrik berbasis biomassa seperti di Mentawai, Sumatera Barat. Pembangkit listrik di daerah kepulauan tersebut menggunakan bambu sebagai sumber daya energi terbarukan.
Proyek Satelit dan Pariwisata
Proyek satelit yang akan dibantu pembiayaan melalui PINA saat ini masih dalam tahap lelang di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Nilai proyek satelit tersebut diperkirakan sebesar US$ 400-US$ 500 juta atau sekitar Rp 5,56 triliun-Rp 6,95 triliun. "Akhir bulan ini diumumkan pemenang lelangnya," kata dia.
(Baca: Istana Bantah Pembangunan Infrastruktur Hanya untuk Pilpres 2019)
Untuk proyek pariwisata, PINA akan membantu pembiayaan pariwisata di Labuan Bajo dan Mandalika. Dia memperkirakan potensi pembiayaan untuk mendorong kawasan pariwisata terpadu di Labuan Bajo mencapai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 13,9 triliun.
Sementara di Mandalika, potensi pembiayaan mencapai US$ 300 juta atau Rp 4,17 triliun. Ini lantaran pembiayaan dilakukan hanya untuk mendorong pembangunan berbagai hotel di kawasan Mandalika. "Saya rasa kami hanya mengembangkan beberapa amenities," katanya.
Ekoputra mengatakan, sudah ada beberapa calon investor yang tertarik dengan keenam proyek tersebut. Mereka berasal dari Eropa, Amerika Utara, Tiongkok, Australia, dan dalam negeri. Mereka akan ditawari berbagai instrumen pendanaan, seperti Dana Investasi Real Estat (DIRE) dan Perpetuity Notes. Perpetuity notes adalah surat berharga yang diterbitkan tanpa ada jangka waktu pelunasan.
Pembayaran kuponnya pun dilakukan untuk selamanya. Alhasil, dana yang masuk dapat digunakan memperkuat ekuitas jangka panjang perusahaan. "Jadi yang namanya investor dia mendapat keuntungan, tapi dari sisi pemilik proyek dia akan mendapatkan permodalan," kata Ekoputro.
(Baca: BUMN akan Bentuk Joint Venture Investment Fund dengan Macquire Group)