Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2018 Diapresiasi Negara Mitra Dagang

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Mendag Enggartiasto Lukita (kiri) didampingi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/5).
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
6/2/2019, 18.09 WIB

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan  pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 mendapatkan apresiasi dari sejumlah negara mitra dagang.  Sebab, dengan pertumbuhan sebesar 5,17%, perekonomian Indonesia lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi dunia, terlebih di tengah maraknya tantangan situasi global.

"Pertumbuhan ekonomi berhasil meningkat di tengah ketidakpastian dengan capaian 5,18% pada kuartal keempat 2018," kata Enggar di Jakarta, Rabu (6/1).

(Baca: Kinerja Ekspor Lemah, Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi Tertinggi 5,17%)

Menurutnya, situasi perdagangan global yang tak menentu serta perang dagang membuat kondisi global pesimistis. Terlihat dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 dan 2019.

Namun, pemerintah optimistis bisa terus mencapai parameter target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke depan. Pemerintah akan terus berupaya  mengejar peningkatan  investasi dan ekspor. "Kedua hal menjadi tumpuan sehingga kami mempunyai keyakinan kalau pertumbuhan ekonomi terus membaik," ujarnya.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengungkapkan apresiasinya atas capaian pertumbuhan ekonomi Indoneisa. Dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, diharapkan bisa meningkatkan hubungan ekspor dan impor  kedua negara yang lebih besar.

Lyudmila menuturkan, Indonesia terus mengalami pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. "Kalau di Rusia saja, pertumbuhan ekonominya sedikit lebih rendah daripada Indonesia," ujarnya. 

(Baca: Laju Ekonomi Bali dan Nusa Tenggara Melemah, Maluku dan Papua Menguat )

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2018 sebesar 5,18% dibandingkan kuartal sama tahun sebelumnya (year on year), atau total 5,17% untuk keseluruhan tahun 2018. Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi sejak 2014 atau selama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Sejatinya, pemerintah membidik pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% tahun ini. Namun, capaian tersebut meleset. Melesetnya target lantaran pertumbuhan ekspor yang melemah, sementara pertumbuhan impor melonjak nyaris dua kali ekspor. Alhasil, terjadi net-impor yang berkontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kepala BPS Suhariyanto menyebut melemahnya pertumbuhan ekspor seiring pelemahan pertumbuhan volume perdagangan dan ekonomi global. Di sisi lain, impor tumbuh lebih cepat lantaran peningkatan permintaan domestik. Lantaran faktor tersebut, ia pun menilai positif pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun lalu.

“Di tengah perekonomian global yang masih tidak tentu arahnya, harga komoditas yang cenderung turun, ini (pertumbuhan ekonomi 2018) menggembirakan,” kata dia dalam Konferensi Pers, Rabu (8/2).

Adapun dampak kinerja ekspor ke pertumbuhan ekonomi besar lantaran kontribusinya ke produk domestik bruto (PDB) di kisaran 20%, sedangkan impor minus sekitar 20%.

Pertumbuhan ekonomi 2018 disokong oleh meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi, serta melonjaknya konsumsi lembaga non-profit yang melayani masyarakat (LNPRT) jelang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres).

Reporter: Michael Reily