Ungkap Alasan Impor Jagung, Darmin: Produksi Meleset dan Harga Tinggi

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Petani memanen jagung di Kaliwungu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu (18/12). Kementerian Pertanian memastikan mulai 2017 pemerintah sudah menutup impor jagung, khususnya untuk kebutuhan baku industri pakan ternak, karena sudah tercukupi dari produksi lokal yang pada 2016 ini diperkirakan mencapai sekitar 21 juta ton.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
29/1/2019, 20.23 WIB

Pemerintah akhirnya buka suara di balik keputusan kembali membuka keran impor untuk komoditas jagung. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan ada dua alasan yang di balik keputusan impor, yaitu karena data produksi dan harga jagung yang tetap tinggi. 

Pekan lalu, pemerintah diketahui kembali impor jagung sebanyak 150 ribu ton untuk kebutuhan pakan ternak. Dengan begitu, dalam tiga bulan terakhir, Perum Bulog telah diberi penugasan mengimpor jagung untuk kebutuhan pakan sebanyak 280 ribu ton dalam tiga tahap.

Darmin menyatakan alasan impor antara lain karena data produksi Kementerian Pertanian yang meleset serta harga jagung yang masih tinggi di pasaran. “Ada permintaan jagung dari peternak kecil dan menengah, petelur dan pedaging, terus masuk ke Bulog,” kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (29/1).

(Baca: Di Balik Anomali Rencana Ekspor Jagung saat Impor Masih Berjalan)

Pada Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tanggal 22 Januari 2019, Bulog dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diminta untuk melakukan pengecekan situasi dan kondisi panen di Jawa Barat dan Jawa Timur. Pengecekan berdasarkan klaim data Kementerian Pertanian menyebutkan sudah ada jagung hasil panen pada bulan Januari.

Namun, Bulog melaporkan bahwa panen yang terjadi sangat kecil, sehingga harga jagung masih tinggi. Selain dari Bulog, Darmin kemudian juga meminta laporan dari Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Jawa Timur untuk memastikan kebenaran  data produksi. “Panen belum ada, mungkin masih pertengahan Maret, di Jawa Timur malah bulan April,” ujarnya.

Alhasil, pada 24 Januari 2019 pemerintah pun meminta Bulog untuk melakukan impor jagung tambahan sebesar 150 ribu ton. Namun, pemerintah mensyaratkan agar impor tiba pada bulan Maret supaya tidak mengganggu panen raya hasil produksi dalam negeri.

Darmin juga menyebutkan, tambahan impor juga dilakukan karena permintaan peternak. Menurutnya, jumlah permintaan jagung dari peternak bahkan lebih tinggi dari jumlah jagung impor tambahan pemerintah sebanyak 30 ribu ton, karena pasokan dan produksi panen yang minim. Sehigga peternak besar pun ikut berebut mendapat pasokan jagung. 

Padahal menurutnya, sistem penjualan jagung impor oleh Bulog dilakukan berdasarkan pesanan tertulis para peternak, karena peternak kerap kesulitan mendapatkan jagung di lapangan. “Para peternak itu bilang mau jual ayamnya kalau harga jagung masih tinggi,” kata Darmin lagi. 

(Baca: Bulog Kembali Tambah 150 Ribu Ton Impor Jagung untuk Pakan Ternak)

Padahal akhir tahun lalu, Bulog juga sudah melakukan impor sebesar 100 ribu ton dengan realisasi mencapai 99 ribu ton. Namun, pengadaan jagung dari luar negeri itu sudah habis didistribusikan kepada peternak.

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Operasinal dan Pelayanan Publik Bulog Tri Wahyudi Saleh pun membenarkan bahwa kuota impor sebanyak 30 ribu ton telah habis dipesan peternak. “Permintaan peternak lebih besar daripada impor yang datang,” ujar Tri dalam sambungan telepon kepada Katadata.co.id.

Reporter: Michael Reily