Bos Carrefour Chairul Tanjung Tanggapi Penutupan Banyak Gerai Retail
Persaingan di bisnis retail semakin ketat. Berita soal penutupan gerai retail ternama berlanjut ke tahun ini. Yang terbaru, penutupan 25 gerai Hero Supermarket. Pemilik CT Corp – grup yang menaungi Transmart dan Carrefour -- Chairul Tanjung mengatakan pengusaha retail harus mengubah model bisnisnya untuk menghadapi ketatnya persaingan di era digital.
Secara umum, ia menjelaskan, era digital telah mengubah pola belanja masyarakat. Maka itu, perlu ada perubahan model bisnis untuk menghadapi perubahan zaman. “Kalau (model bisnis) tidak berubah, ya pasti akan kalah. Kalau kalah, ya mau enggak mau harus tutup," kata dia di Jakarta, Senin (14/1).
Perubahan model bisnis yang dimaksud bukan hanya sebatas beralih ke sistem online. Sebab, masih banyak perubahan lain yang bisa dilakukan. Adapun Chairul enggan mengomentari secara spesifik penutupan gerai yang dilakukan kompetitornya, Hero Supermarket.
(Baca: Retail Lain Berguguran, Transmart Buka 30 Gerai Baru Tahun Ini)
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan persaingan di bisnis retail memang semakin ketat. Ditambah lagi, seperti disinggung Chairul Tanjung, ada perubahan pola belanja masyarakat.
"Semakin lama trennya semakin banyak (belanja melalui e-commerce). Itu bisa dipahami, untuk teman-teman di sektor retail tantangannya lumayan berat," ujarnya.
Selain itu, ada juga tantangan lainnya. Ia pun mencontohkan penutupan 7-Eleven. "Dulu kan sempat ada 7-Eleven yang tutup karena mereka tidak boleh menjual bir. Padahal, masyarakat ke sana sambil minum bir," kata dia.
Beberapa hari lalu, PT Hero Supermarket Tbk (HERO) menyatakan menutup 26 gerainya dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 532 karyawan. Langkah tersebut akhirnya ditempuh, sebagai upaya efisiensi akibat menurunnya penjualan HERO sepanjang 2018.
(Baca: Penjualan Lesu, Hero Tutup 26 Gerai dan PHK 532 Karyawan)
Corporate Affairs General Manager Hero Tony Mampuk menjelaskan HERO mengalami penurunan total penjualan sebesar 1% hingga kuartal III 2018 menjadi Rp 9,94triliun, dibanding periode yang sama 2017 sebesar Rp 9,96 triliun. Penurunan itu terutama disebabkan oleh penjualan bisnis makanan yang lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Meskipun untuk bisnis nonmakanan diakuinya tetap menunjukkan pertumbuhan yang kuat.
Sedangkan pada kuartal III 2018, penjualan bisnis makanan juga diketahui turun 6% yang mengakibatkan kerugian operasi sebesar Rp 163 miliar, lebih tinggi dibanding kerugian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 79 miliar.
Karenanya, keputusan penutupan gerai dan efisiensi karyawan pada divisi food business dinilai perusahaan sebagai langkah terbaik untuk menjaga laju bisnis. Sebab, tantangan di bisnis makanan merupakan salah satu masalah yang harus dibenahi pada 2019.