Pemerintah tengah merumuskan kebijakan baru untuk mendorong ekspor. Permintaan mitra dagang tradisional yang terus berkurang membuat pemerintah mesti mendiversifikasi pasar tujuan ekspor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah berencana merilis kebijakan baru terkait perdagangan pada awal tahun depan. "Kami sedang jalan dan merumuskan kebijakan baru untuk mendorong ekspor," kata dia di Jakarta, Selasa (18/12).
(Baca: Terdalam Sepanjang 2018, Neraca Dagang November Defisit US$ 2,05 M)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor kepada mitra dagang utama mengalami penurunan pada November dibandingkan Oktober. Ekspor ke Tiongkok turun 7,1% dengan nilai US$ 153,9 juta diikuti ekspor ke Amerika Serikat (AS) turun 5,04% dengan nilai US$ 77,3 juta serta India turun 14,65% dengan nilai US$ 194,8 juta.
Darmin mengatakan penurunan ekspor untuk pasar AS dan Tiongkok dipengaruhi oleh dampak perang dagang. Namun, anjloknya ekspor ke India merupakan lebih disebabkan oleh reaksi pemerintah India atas ekspor sawit Indonesia yang telah mendominasi. Akibatnya, pemerintah India menetapkan bea masuk tinggi.
(Baca: Produksi November-Desember Turun, Harga Sawit Berpotensi Naik)
Sebelumnya, ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memperkirakan kinerja ekspor bakal melemah hingga akhir tahun karena permintaan mitra dagang utama berkurang. "Jelang natal dan tahun baru, AS dan Tiongkok akan menurunkan permintaan bahan baku untuk kebutuhan industrinya," ujar Bhima.
Adapun secara keseluruhan, dengan ekspor yang melemah dan impor terus meningkat neraca dagang November mengalami defisit US$ 2,05 miliar. Angka ini merupakan defisit perdagangan yang ke delapan kali terhitung sejak awal tahun, sekaligus menjadi defisit terdalam sepanjang sebelas bulan pertama 2018.