Pemerintah Indonesia secara resmi menandatangani perjanjian dagang kemitraan komprehensif (CEPA) dengan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA). Dengan kesepakatan itu, lebih dari enam ribu tarif bea masuk ke maisng-maisng negara EFTA, seperti Norwegia, Islandia, Swiss, dan Liechtenstein akan dihapus.
Penandatanganan naskah perjanjian CEPA dilakukan Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita; Kepala Departemen Hubungan Ekonomi Swiss Johann Schneider-Ammann; Menteri Hubungan Luar Negeri, Hukum, dan Budaya Liechtenstein Aurelia Frick; Sekretaris Negara/Wakil Menteri Perdagangan Kerajaan Norwegia Daniel Bjarmann-Simonsen; serta Duta Besar Islandia Hannes Heimisson.
Enggar menyatakan akan segera meratifikasi perjanjian dagang. "Kami juga akan meminta dunia usaha untuk segera mempelajari kesempatan dan segera membangun jembatan perdagangan dan investasi antara Indonesia dengan EFTA CEPA," kata Enggar usai menandatangani kerja sama tersebut di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Minggu (16/12).
(Baca: Negosiasi 7 Tahun, Perjanjian Perdagangan Bebas RI-Eropa Siap Diteken)
Peundingan IE-CEPA secara menghasilkan sejumlah poin kesepakatan, khususnya terkait penghapusan bea masuk produk Indonesia kepada negara EFTA. Beberapa produk Indonesia yang mendapatkan tarif preferensi tersebut adalah minyak kelapa sawit, ikan, emas, alas kaki, kopi, mainan, tekstil, furnitur, peralatan listrik, mesin, sepeda, dan ban.
Untuk Norwegia, terdapat penghapusan bea masuk pada 6,333 pos tarif atau 90, 97% dari total pos tarif Norwegia dengan cakupan 99.75% nilai impor dari Indonesia. Kemudian, ada penghapusan tarif pada 8,100 pos tarif atau 94.28% total pos tarif Islandia yang mencakup 99,94% nilai impor dari Indonesia. Terakhir, penghapusan tarif pada 7,042 pos tarif atau 81,74% total pos tarif Swiss yang mencakup 99,65% nilai impor dari Indonesia.
Selian itu, pelaku usaha dalam negeri juga akan diuntungkan dengan eliminasi bea masuk untuk impor barang modal, bahan baku, dan penolong. "Dengan harga bahan baku yang semakain murah, maka biaya produksi dapat ditekan sehingga daya saing produk Indonesia akan meningkat serta ada implementasi self-declaration pada Surat Keterangan Asal," ujar Enggar.
Penandatanganan kerja sama itu pun menjadi bukti, Indonesia masih bisa melangsungkan keterbukaan perdagangan di tengah kondisi proteksionis perdagangan global. Kelima negara tersebut juga menyatakan kerja sama ini bisa memberi sinyal positif kepada dunia bahwa hubungan ekonomi yang bersahabat melalui sebuah perjanjian preferensi tetap jadi solusi terbaik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dunia.
(Baca: G20 Rekomendasikan Jaring Pengaman Ekonomi Negara Berkembang)
Perjanjian Indonesia-EFTA CEPA tak hanya mencakup isu-isu perdagangan barang dan perdagangan jasa, tetapi juga terkait investasi, hak kekayaan intelektual, pembangunan berkelanjutan, ketentuan asal dan bea cukai, fasilitasi perdagangan, pengamanan perdagangan, persaingan usaha, legal, serta kerja sama dan pembangunan kapasitas.
Indonesia juga mendapatkan akses tenaga kerja kepada EFTA untuk semakin terbuka. Perundingana ini juga membuahkan kesepakatan lain seperti kerja sama dan pengembangan kapasitas di bidang promosi ekspor, pariwisata, UMKM, HKI, kakao dan kelapa sawit, pendidikan vokasional, industri maritim, dan perikanan.
EFTA akan memperoleh peningkatan akses pasar ke Indonesia untuk produk emas, obat-obatan, tekstil, kimia, jam, makarel, mesin, jus, tanker, dan parfum. Melalui komitmen fasilitas perdagangan juga akan menyederhanakan peraturan perdagangan maupun prosedur kepabeanan sehingga lebih transparan.
Kepala Departemen Hubungan Ekonomi Swiss Johann Schneider-Ammann, menjelaskan Indonesia merupakan negara yang menjanjikan untuk bekerja sama. "Langkah berikutnya adalah kami akan membawa kerja sama kepada level yang lebih tinggi," kata Ammann.
Dia mengungkapkan perjanjian dengan Indonesia ini sangat ditunggu pelaku usaha dari EFTA yang ingin mengembangkan bisnisnya dengan Indonesia sebagai regional hub di kawasan Asia Tenggara. Sebab, hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia dan EFTA belum dioptimalkan dengan nilai yang baru mencapai US$ 2,4 miliar pada 2017.