Indonesia telah menyelesaikan perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dengan Perdagangan Bebas Eropa (European Free Trade Association/EFTA). Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menandatangani kesepakatan bersama Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia.
Penandatanganan kesepakatan kerja sama itu dilakukan pada Jumat, 23 November 2018, di Sekretariat EFTA, Jenewa, Swiss merupakan sejarah hubungan Indonesia dengan keempat negara. "Akhirnya perundingan IE-CEPA yang telah memakan waktu tujuh tahun ini selesai," kata Enggar dalam keterangan resmi, dikutip Senin (26/11).
(Baca: Perjanjian Dagang Kawasan Bebas Eropa Akan Diumumkan November 2018)
Penandatanganan dilakukan oleh Menteri Perdagangan dan Industri Norwegia Torbjørn Røe Isaksen; Menteri Hubungan Luar Negeri, Hukum, dan Budaya Leichtenstein Aurelia Frick; Menteri Hubungan Luar Negeri dan Perdagangan Eksternal Islandia Guðlaugur Þór Þórðarson; Kepala Departemen Hubungan Ekonomi Swiss Johann N. Schneider-Ammann; serta dihadiri pula Sekretaris Jenderal EFTA Henri Gétaz.
Enggar mengungkapkan langkah selanjutnya adalah melakukan “legal scrubbing” dan penerjemahan. Setelah itu, secara teknis dan legal, perjanjian dagang IE-CEPA siap untuk ditandatangani. Rencananya, penandatanganan bakal dilakukan di Jakarta pada Desember mendatang.
Indonesia dan EFTA berkomitmen menyelesaikan perundingan pada tahun ini. Perluasan perdagangan termasuk jasa dan investasi serta kerja sama ekonomi dan pengembangan kapasitas menjadi fokus kerja sama ini.
Tak hanya itu, Indonesia juga akan memperoleh peningkatan akses pasar ke EFTA, antara lain produk-produk perikanan, industri (tekstil, furnitur, sepeda, elektronik, dan ban mobil), serta pertanian (termasuk kopi dan kelapa sawit).
(Baca juga: Mendag Percepat Perundingan Perjanjian Dagang Kawasan Bebas Eropa)
Pada perdagangan jasa, akses pasar bagi para pekerja Indonesia (Intra Corporate Trainee, Trainee, Contract Service Supplier, Independent Professional, serta Young Professional) ke EFTA nantinya juga akan lebih terbuka. Contohnya, sektor jasa yang akan memperoleh keuntungan antara lain jasa profesi, telekomunikasi, keuangan, transportasi, dan pendidikan.
Indonesia juga akan memperoleh peningkatan investasi dari negara anggota EFTA pada sektor energi dan pertambangan, permesinan, pertanian, infrastruktur sektor perikanan, kehutanan, industri kimia, dan lain sebagainya. Selain itu, kerja sama dan capacity building, misalnya dalam sektor perikanan dan aquamarine, promosi ekspor pariwisata, UMKM, HKI, kakao, sustainability, maintenance, repair and overhaul (MRO), pendidikan vokasional, dan lainnya.
Enggar mengatakan EFTA merupakan kelompok dagang di kawasan Eropa yang belum dijajaki dan dikembangkan potensi pasarnya. "Kami harap pemanfaatan pangsa pasar yang ada di masing-masing negara dapat dioptimalkan serta pintu masuk ke pasar Uni Eropa," ujarnya.
Dia juga berharap perjanjian ini bisa menciptakan landasan untuk mengejar ketertinggalan dari negara ASEAN lainnya, khususnya Filipina dan Singapura. Kedua negara telah menyelesaikan perjanjian perdagangan dengan EFTA.
(Baca : Negosiasi Panjang Perjanjian Dagang RI-Australia Akhirnya Rampung)
Data Badan Pusat Statistik (BPS), EFTA merupakan negara tujuan ekspor nonmigas ke-23 dan negara asal impor nonmigas ke-25 terbesar bagi Indonesia. Tahun lalu, perdagangan Indonesia-EFTA mencapai US$ 2,4 miliar. Nilai investasi EFTA di Indonesia pada 2017 mencapai US$ 621 juta.
Sementara itu, nilai ekspor Indonesia ke EFTA sebesar US$ 1,31 miliar dan impor Indonesia dari EFTA sebesar US$ 1,09 miliar. Alhasil, Indonesia masih mengalami surplus perdagangan dengan EFTA sebesar US$ 212 juta.
Ekspor utama Indonesia ke EFTA antara lain perhiasan, perangkat optik, emas, perangkat telepon, dan minyak esensial. Sementara impor utama Indonesia dari EFTA adalah emas, mesin turbo-jet, obat-obatan, pupuk, dan campuran bahan baku industri.