RI Akan Terlibat dalam Kajian Pembatasan Minyak Sawit di Uni Eropa

Arief Kamaludin|KATADATA
Petani memanen buah kelapa sawit di salah satu lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Delima Jaya, Kecamatan Kerinci, Kabupaten Siak, Riau.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
28/6/2018, 18.29 WIB

Pemerintah berencana ikut terlibat dalam pembahasan revisi Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa (RED II). Ini dilakukan untuk memastikan tak ada diskriminasi dalam kriteria pembatasan penggunaan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sebagai bahan campuran biofuel mulai 2030 di UE.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, pemerintah sudah memahami penundaan penggunaan CPO untuk biofuel dari 2021 menjadi 2030. Kendati, pemerintah tetap perlu berhati-hati atas revisi RED II tersebut.

Pasalnya, dia khawatir jika penundaan itu hanya menguntungkan Indonesia secara permukaan. Namun setelah kriterianya dibentuk, penggunaan minyak kelapa sawit untuk biofuel di UE tetap didiskriminasi.

"Jangan sampai kemasannya diskriminasi tidak ada tapi direct criteria itu ternyata mendiskriminasikan palm oil," kata Oke di Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Kamis (28/6).

(Baca juga: Indonesia Minta Klarifikasi Impor Sawit Eropa 2030 melalui WTO)

Untuk itu, Oke menilai pemerintah Indonesia harus langsung terlibat dalam kajian tersebut agar kriteria yang diciptakan Uni Eropa tak malah merugikan Indonesia.

Saat ini, lanjut Oke, tim untuk terlibat dalam studi terkait pembatasan penggunaan minyak kelapa sawit untuk biofuel tengah dikaji. Seiring pembentukannya, pemerintah terus memantau pembahasan RED II di UE.

"Kami akan monitor," kata Oke.

Halaman: