Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan kinerja ekspor minyak sawit Indonesia dan turunannya merosot dua persen pada triwulan pertama 2018 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ekspor minyak sawit Indonesia berkurang dari 8,02 juta ton menjadi 7,84 juta ton.
Bila tanpa menghitung olechemical dan biodiesel, ekspor minyak sawit mentah dan turunannya turun tiga persen. Angka penurunan dari 7,73 juta ton di kuartal satu 2017 menjadi 7,5 juta ton pada triwulan pertama kemarin. “Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah hambatan perdagangan yang diterapkan sejumlah negara,” kata Direktur Eksekutif Gapki Danang Girindrawardhana melalui keterangan resminya di Jakarta, Jumat (25/5).
Hambatan tersebut seperti resolusi Parlemen Eropa yang menuding sawit sebagai penyebab deforestasi. Lalu, India menaikkan bea masuk impor minyak nabati, Amerika Serikat menuduh ada antidumping biodiesel, dan Tiongkok memperketat pengawasan terhadap minyak nabati yang diimpor. (Baca: Luhut Sebut Parlemen Eropa Paham Dampak Sawit Bagi Kemiskinan).
Pada Maret, India, misalnya, menaikkan pajak impor minyak nabati untuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dari 30 persen menjadi 44 persen dan pajak refined palm oil naik dari 40 persen menjadi 54 persen. Penyesuaian pajak impor ini menyebabkan ekspor minyak sawit berkurang 33,44 ribu ton atau sekitar delapan persen, dari 442,09 ribu ton di Februari menjadi 408,65 ribu ton di Maret. Penurunan juga terjadi untuk pengiriman ke Bangladesh sebesar 59 persen, Timur Tengah 30 persen, dan Pakistan 0,5 persen.
Sementara produksi minyak sawit kuartal pertama kemarin naik 24 persen, dari 8,4 juta ton pada kuartal satu 2017 naik menjadi 10,41 juta ton di triwulan pertama 2018. Peningkatan signifikan disebabkan pemulihan dari kekeringan yang dialami pada 2015. Luasan tanaman penghasil produksi juga mulai bertambah meski beberapa perkebunan baru melakukan peremajaan pohon sawit.
Walau secara tahunan turun, ekspor sawit pada Maret lebih baik dari Februari 2018. Data Gapki memperlihatkan kinerja ekspor Marert naik sekitar satu persen dibanding Februari. Volume sawit Indonesia (tidak termasuk biodiesel dan oleochemical) mencapai 2,4 juta ton, meningkat tipis 33,86 ribu ton dari Februari yang masih 2,37 juta ton.
Menurut Danang, kenaikan ekspor pada Maret ini terutama ke pasar tradisional Indonesia seperti Uni Eropa sebesar 38 persen, Tiongkok 16 persen, dan Amerika 11 persen. “Pasar baru negara Afrika juga ikut membukukan kenaikan ekspor sebesar 38 persen,” ujarnya. (Baca: Atasi Hambatan Ekspor,Gapki Minta Pemerintah Perkuat Perjanjian Dagang).
Produksi Maret kemarin juga naik sembilan persen dibandingkan Februari 2018, dari 3,35 juta ton menjadi 3,65 juta ton. Peningkatan produksi dipucu hari kerja yang panjang dan cuaca yang mendukung. Peningkatan produksi dan ekspor yang stagnan berdampak pada bertambahnya stok sawit Indonesia.
Adapun harga CPO sepanjang Maret berada di level US$ 665 – 695 per metrik ton dengan rata-rata US$ 676,2 per metrik ton. Harga rata-rata Maret meningkat US$ 13,1 dibandingkan harga Februari sebesar US$ 663,1 per metrik ton.