Jokowi: Pemerintah Terlambat Respons Revolusi Industri 4.0

ANTARA FOTO/Risky Andrianto
Pekerja menyelesaikan proses perakitan bodi mobil di pabrik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Karawang, Jawa Barat, Kamis (29/3/2018). Toyota Manufacturing salah satu pabrik yang menerapkan industri 4.0.
Editor: Yuliawati
24/5/2018, 11.31 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut banyak negara di dunia yang kelimpungan menghadapi revolusi industri 4.0. Jokowi menyadari kebijakan pemerintah terlambat dalam merespons revolusi industri 4.0, termasuk pemerintah negara lain.

Dia menjelaskan teknologi industri 4.0 telah sangat berkembang, dia mencontohkan fenomena pembuatan rumah dengan teknologi digital printing tiga dimensi. Lalu ada pula pekerjaan bersih-bersih bandara Changi di Singapura yang menggunakan robot pengganti tenaga kerja manusia.

"Kadang kebijakan pemerintah terlambat, bukan hanya negara kita tapi negara lain tergagap hadapi (revolusi) industri 4.0 ini," kata Jokowi di Jakarta, Rabu (23/5).

Jokowi lantas menceritakan pengalamannya berkunjung ke Silicon Valley dua tahun silam. Dalam kunjungan tersebut, dia melihat-luhat markas besar Google, Twitter, Facebook, hingga Plug n Play. Bahkan di markas Facebook Presiden sempat mencoba kacamata Virtual Reality (VR) Oculus untuk bermain game. Dia menyebut hanya dengan kacamata sensasi berolahraga dapat dirasakan.

"Ini lah perkembangan teknologi yang begitu pesat," kata Jokowi. (Baca juga: Begini Proses Revolusi Industri 4.0 Diterapkan Perusahaan Skala Besar)

Dia kemudian meminta Kementerian Perindustrian mengantisipasi revolusi besar ini dengan meluncurkan Peta Jalan Industri 4.0 yang diluncurkan pada awal April 2018. Alasannya, menurut riset McKinsey, revolusi industri keempat ini berjalan 3.000 kali lipat lebih cepat ketimbang revolusi industri pertama.

"Saya kira perkembangan seperti ini bila tak diantisipasi, tak menangkap perubahan itu akan berbahaya bagi negara," kata Jokowi.

Di sisi lain, Jokowi melihat anak-anak muda Indonesia cukup baik merespons dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Mereka memiliki kemampuan di antaranya dalam bidang mengembangkan teknologi berbasis digital.

Sebelumnya Kementerian Perindustrian meluncurkan peta jalan industri bertajuk Making Indonesia 4.0. Roadmap ini dibuat sebagai langkah pemerintah dalam membangun industri manufaktur yang berdaya saing global dalam percepatan implementasi industri 4.0 memasuki era digital.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, Making Indonesia 4.0 memberikan arahan bagi pergerakan industri nasional di masa depan, termasuk fokus pada pengembangan lima sektor manufaktur yang akan menjadi percontohan. Kelima sektor manufaktur tersebut, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, serta elektronik.

(Baca juga: Jokowi Tak Percaya Robot Gantikan 800 Juta Pekerja pada 2030)

Airlangga mengklaim, implementasi kebijakan yang sukses akan mampu mendorong pertumbuhan PDB riil sebesar 1-2% per tahun. Alhasil, pertumbuhan PDB per tahun akan naik dari baseline sebesar 5% menjadi 6-7% pada periode tahun 2018-2030.

"Dari capaian tersebut, industri manufaktur akan berkontribusi sebesar 21-26% terhadap PDB pada 2030," kata dia.

Adapun, pertumbuhan PDB bakal digerakkan kenaikan signifikan pada ekspor netto. Indonesia diperkirakan mencapai 5-10% rasio ekspor netto terhadap PDB pada tahun 2030.

Selain kenaikan produktivitas, Making Indonesia 4.0 menjanjikan pembukaan lapangan pekerjaan sebanyak 7-19 juta orang, baik di sektor manufaktur maupun non-manufaktur pada tahun 2030 sebagai akibat dari permintaan ekspor yang lebih besar.