Indonesia ajukan surat keberatan terkait kebijakan pelarangan penjualan atas seluruh produk berbahan dasar minyak kelapa sawit di sebuah supermarket ternama di Inggris Raya. Iceland Foods Ltd berencana mengeluarkan seluruh produk berbahan sawit pada akhir 2018.
Merespons keputusan Iceland, Crude Palm Oil Producing Coutries (CPOPC) mengirimkan surat kepada Managing Director Island Richard Walker. Surat itu menjelaskan bahwa penyetopan penggunaan sawit oleh Iceland memberikan pandangan negatif kepada konsumen.
(Baca : Industri Sawit Eropa Dukung Indonesia Lawan Diskriminasi Uni Eropa)
Executive Director CPOPC Mahendra Siregar mengungkapkan Iceland Co telah bertindak diskriminatif dan mendiskreditkan citra positif kelapa sawit di Eropa. “Kampanye penghentian penggunaan minyak sawit oleh Iceland justru akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan baru yang lebih besar untuk menggantikan jumlah lahan pertanian kelapa sawit,” kata Mahendra dalam keterangan resmi, Ahad (15/4).
Pasalnya, produktivitas minyak sawit tertinggi dibandingkan minyak nabati lain, padahal permintaan terus tumbuh. Contohnya, rape seed yang hanya menghasilkan 0,3 ton minyak per hektare, kedelai dan bunga matahari 0,6 ton per hektare, jauh lebih rendah dibandingkan dengan minyak sawit yang sekarang berproduksi sekitar 6 ton per hektare.
Menurutnya, sikap diskriminatif bisa menyebabkan degradasi tanah yang parah, perusakan flora dan fauna, pencemaran air tanah dan lautan, serta peningkatan emisi karbondioksida dari penggunaan lahan alternatif. Selain itu, produksi minyak sawit terbukti menghemat lebih banyak air dibanding minyak nabati lainnya.
Iceland merupakan salah satu jaringan supermarket terbesar di Eropa dengan total jumlah gerai mencapai 857 unit di seluruh Eropa. Mayoritas sebaran gerai ada di Inggris Raya. Iceland juga memproduksi dan menjual makanan beku, termasuk makanan siap saji dan sayuran. Perusahaan retail ini memiliki sekitar 2,2% pangsa pasar makanan di Inggris.
Mahendra juga mempertanyakan kebijakan Iceland Co yang percaya kepada isu bahwa 85% konsumen mereka menentang penggunaan minyak sawit. “Kami percaya bahwa CPOPC dan Iceland Co dapat berbagi kepedulian yang sama terhadap lingkungan,” ujar Mahendra.
(Baca Juga : Luhut Pimpin Lobi ke Uni Eropa soal Pelarangan Sawit untuk Biodiesel)
Meski berpotensi merugikan pelaku usaha, namun pihak regulator mengaku tak bisa berbuat banyak. Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Pradnyawati menyatakan bahwa kebijakan perusahaan swasta bukan ranah pemerintah, meski masalah sawit kerap menjadi sesuatu hal yang penting.
Terlebih, di tengah kencangnya isu kampanye hitam sawit yang menjadikan pangsa pasar ekspor sawit ke Uni Eropa merosot tajam dari 75% di periode 1990-an menjadi hanya 18% pada 2017. “Kami akan laporkan ke Menteri Perdagangan,” kata Pradnyawati.
Iceland menyatakan ketidakpercayaannya pada produk sawit berkelajutan yang dijual di pasaran. “Hingga Iceland bisa menjamin sawit tidak menyebabkan kerusakan hutan, kami akan bilang tidak untuk minyak sawit,” kata Walker seperti dikutip The Guardian.