Pemerintah tengah mengkaji mekanisme baru untuk memaksimalkan anggaran pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) melalui Perum Bulog. Pasalnya, dari dana Rp 2,5 triliun yang dianggarkan pemerintah dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) hanya cukup untuk memenuhi pengadaan 260 ribu ton, sedangkan target penyerapan Bulog minimal bisa mencapai 1,2 juta ton.
Deputi Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyatakan mekanisme baru yang tengah dikaji tersebut antara lain dengan menghitung selisih harga beli oleh Bulog dikurangi harga penjualan di tingkat konsumen.
“Misalnya ketika operasi pasar Bulog jual Rp 8 ribu per kilogram padahal belinya di atas itu, selisihnya itu yang dihitung jadi dana pembayaran,” kata Musdhalifah di Hotell Pullman Jakarta, Selasa (27/3).
(Baca : Bulog : Cadangan Beras Pemerintah Minus 27 Ribu Ton)
Pembayaran dengan memanfaatkan selisih dana bakal membuat perputaran uang menjadi maksimal dan target capaian penyerapan beras menjadi lebih optimal. Dana yang kembali pun pada akhirnya dapat digunakan Bulog membeli untuk beras Operasi Pasar dengan CBP.
“Bisa mencapai 1,2 juta sampai 1,4 juta ton Bulog dapatkan dengan anggaran yang sama,” ujarnya.
Senada dengan Musdhalifah, Direktur Pengadaan Bulog Andrianto Wahyu Adi juga mengungkapkan bahwa ada opsi pembayaran yang sedang dikaji dalam tim antar kementerian. Mekanisme detailnya bakal menjabarkan sistem penyerapan sampai ke penyalurannya. Adapun terkait anggaran, dia mengaku hal tersebut disiapkan oleh Kementerian Keuangan.
“Tujuannya agar volume CBP yang diadakan dengan anggaran yang sama bisa lebih besar dari cara sebelumnya,” kata Andrianto.
Sementara itu, Mantan Dewan Pengawas Bulog Bayu Krisnamurthi menyarankan pemerintah segera mencairkan dana sebesar Rp 2,5 triliun untuk menutupi posisi CBP yang sedang minus. Per 12 Maret 2018, posisi CBP berada pada minus 27.888 ton.
Menurut Bayu, jika anggaran tidak segera diairkan maka pemerintah tidak memiliki instrumen pangan untuk mengantisipasi situasi bencana dan bantuan sosial. “Cadangan sampai angka minus itu buruk sekali, sehingga harus dijadikan prioritas untuk diatasi,” kata Bayu.
(Baca juga : Bulog Hanya Impor Beras 261 Ribu Ton dari Vietnam dan Thailand)
Untuk metode baru pembayaran beras, dia mengusulkan agar penyediaan dananya sebesar 1,2 juta ton dikembalikan sesuai penugasan. Sebab, penghitungan uang yang digunakan nantinya dapat menimbulkan masalah administratif ketika diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Penyediaan dana di awal bisa dimanfaatkan dengan tepat oleh Bulog untuk mencukupi kebutuhan beras yang ada di masyarakat. Meski secara teknis metode baru bisa dilakukan tapi akan bikin sakit kepala dari sisi keuangan negara,” ujar Bayu.
Untuk anggaran yang lebih jelas, dia pun menyarankan agar dibentuk Badan Ketahanan Pangan sebagai lembaga yang menaungi Bulog di bawah presiden. Pasalnya, Kuasa Pemegang Anggaran (KPA) sebagai penanggung jawab penggunaan anggaran masih belum jelas karena tugas pokok dan fungsi Bulog yang masih tumpang tindih.
Saat ini, KPA berada di ranah Kementerian Keuangan yang menjadi bendahara. Padahal, ada peran Bulog yang diharuskan melakukan penyerapan beras petani dan juga menjaga laju inflasi lewat operasi pasar. “Badan Ketahanan Pangan akan membuat anggaran lebih jelas,” kata Bayu.