Ekspor Biofuel Dihambat, RI Pertimbangkan Gugat Norwegia ke WTO

Arief Kamaludin|KATADATA
Petani memanen buah kelapa sawit di salah satu perkebunan kelapa sawit di Desa Delima Jaya di Kecamatan Kerinci, Kabupaten Siak, Riau.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
21/3/2018, 14.53 WIB

(Baca juga: Resolusi Sawit Uni Eropa Mengecewakan, Pemerintah Bakal Lapor ke WTO)

Pengesahan rancangan proposal energi yang menghapus penggunaan biodiesel berbahan baku minyak sawit telah berdampak besar pada komoditas sawit di seluruh dunia. Sebab, saat ini telah muncul persepsi negatif bahwa minyak sawit dipandang sebagai salah satu penyebab deforestasi yang terjadi di dunia.

"Karena alasan deforestasi seolah-olah sawit itu jelek, jadi dampaknya sekarang negative impression terhadap sawit sudah tambah tinggi," kata Oke.

Karenanya, persepsi negatif terhadap minyak sawit lebih lanjut akan merugikan Indonesia. Sebab, Indonesia merupakan salah satu pengekspor minyak kelapa sawit terbesar. Ekspor minyak sawit dan turunannya ke pasar Eropa pada 2016 turun 11,93% dari tahun sebelumnya. Menurut laporan Statistik Kelapa Sawit 2016, ekspor CPO Indonesia seberat 4,58 juta ton dengan nilai US$ 3,01 miliar. Jumlah tersebut setara 19% dari total ekspor.

Parlemen Eropa sebelumnya mengesahkan rancangan proposal energi dengan menghapus minyak kelapa sawit sebagai bahan dasar biodiesel pada 2021 dan minyak nabati pada 2030. Hal itu dilakukan parlemen Uni Eropa dengan mendukung Report on the Proposal for a Directive of the European Parliament and of the Council on the Promotion of the use of Energy from Renewable Sources pada 17 Januari 2018.

Halaman: