Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan sepanjang 2017 surplus sebesar US$ 11,84 miliar. Surplus ini merupakan yang tertinggi dalam lima tahun belakangan. Penyokongnya, surplus besar perdagangan non-minyak dan gas (nonmigas).
Kepala BPS Suhariyanto memaparkan surplus pada 2107 lalu lebih tinggi dibandingkan surplus pada 2016 lalu yang sebesar US$ 9,53 miliar dan 2015 yang sebesar US$ 7,67 miliar. Adapun sepanjang 2012-2014, neraca perdagangan tercatat defisit. "Surplus 2017 ini bagus, tertinggi sejak lima tahun lalu," kata dia saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Senin (15/1).
Tingginya surplus terjadi lantaran ekspor sepanjang tahun lalu lebih tinggi tercatat mencapai US$ 168,73 miliar, sedangkan impornya hanya US$ 156,89 miliar sepanjang tahun lalu. Secara sektoral, penyokong surplus yaitu neraca perdagangan nonmigas yang surplus US$ 20,4 miliar, saat nercara perdagangan migas mengalami defisit US$ 8,57 miliar.
Meski begitu, khusus bulan Desember 2017, neraca perdagangan tercatat mengalami defisit US$ 270 juta. Hal itu lantaran ekspornya hanya US$ 14,79 miliar, sedangkan impornya lebih tinggi yakni US$ 15,06 miliar. Secara sektoral, defisit neraca perdagangan migas tercatat sebesar US$ 1,04 miliar, sedangkan nonmigas surplus US$ 774,7 juta.
"Defisit pada Desember ini merupakan defisit kedua (sepanjang 2017) setelah Juni. Sepanjang 2017, neraca perdagangan Indonesia tercatat baik," kata dia.
Adapun ekspor pada Desember 2017 tercatat menurun 3,45% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm). Secara rinci, ekspor nonmigas turun 5,41%, sedangkan ekspor nonmigas naik 5,56%.
Penurunan terbesar ekspor nonmigas terjadi pada perhiasan/permata yaitu sebesar minus 38,83%, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam yaitu sebesar 126,05%.
Sementara itu, impor pada Desember 2017 tercatat turun 0,28% mtm. Secara rinci, impor nonmigas turun 3,05%, dan impor migas naik 15,89%. Secara rinci, impor bahan baku tercatat minus 1,17%, barang konsumsi naik 2,43%, sedangkan impor barang modal naik 2,02%.
"Yang naik kapal laut dan bangunan terapung, perhiasan, dan buah-buahan. Yang turun yakni mesin dan pesawat mekanik, kendaraan, juga bahan kimia organik," kata Suhariyanto.