Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membuka peluang adanya pihak ketiga yang mengevaluasi hasil pra studi kelayakan kereta semicepat Jakarta - Surabaya. Hal ini dimungkinkan bila hasil kajian Japan International Cooperation Agency (JICA) ternyata berbeda dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"Kalau ada deviasi kami mesti ada pihak tertentu yang dapat memberikan satu pendapat (lainnya)," kata Budi di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi, Jakarta, Selasa (14/11).
Budi mengatakan hal ini perlu, sebab kebutuhan dana proyek tersebut yang sangat besar. Akan tetapi apabila hasil pra studi kelayakan tersebut sudah sesuai dengan ekspektasi pemerintah maka proyek langsung dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Dirinya mengatakan hal yang paling jelas saat ini adalah proyek tersebut akan dikerjakan di lintasan kereta yang telah ada. Namun untuk kebutuhan biayanya masih akan diperhitungkan. "Karena kami tidak mau (kebutuhan) Rp 60 triliun tapi tiba-tiba jadi Rp 100 triliun. Pasti akan dipermasalahkan," ujarnya.
(Baca juga: ASEAN – Jepang Sepakati Protokol perlindungan Investasi)
Sebelumnya Senior Representative Indonesia Office JICA Tomoyuki Kawabata menyatakan, pra studi kelayakan proyek ini yang akan selesai pada bulan depan. Ia menyerahkan kepada Kementerian Perhubungan untuk menindaklanjutinya.
Kawabata mengatakan, pihaknya akan menunggu hasil pra studi kelayakan yang dikerjakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk dikombinasikan dengan JICA.
"Setelahnya akan studi kelayakan namun itu akan diputuskan dari pihak Indonesia," katanya kemarin.
Kawabata juga mengatakan, dari hasil pra studi kelayakan yang dilakukan JICA, kereta ini akan menggunakan jalur yang telah ada. Sedangkan jarak 748 kilometer Jakarta - Surabaya akan ditempuh dalam waktu 5,5 jam dengan kecepatan rata-rata 160 kilometer. "Detail lainnya sedang dalam diskusi," ujarnya.