Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa membuat target bisnis meleset. Pengusaha berharap nilai tukar rupiah tidak melemah lebih dari Rp 13.500 per dolar AS.
Ketua Umum Kadin Rosan P. Roeslani menjelaskan, pada umumnya, pengusaha menginginkan nilai tukar rupiah stabil. Sebab, bila naik turun terlalu drastis bisa merugikan sebagian pengusaha. Bila nilai tukar rupiah melambung tinggi, misalnya, yang diuntungkan adalah pengusaha batu bara karena pendapatannya dalam dolar AS. Namun, perusahaan yang pendapatannya rupiah tetapi utangnya dalam dolar akan mengalami kesulitan.
"Saya bicara dengan teman-teman pengusaha dan asosiasi, kalau Rp 13.500 jangan naik lagi-lah. Walaupun melihat kecenderungannya masih akan melemah," ujar Rosan saat ditemui di Hotel Ritz-Charlton Kuningan, Jakarta, Selasa (3/10). (Baca juga: Rupiah Terus Melemah Dekati Level 13.600 per Dolar AS)
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menjelaskan, pengusaha telah mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah di level Rp 13.500 per dolar AS. Namun, jika pelemahan ini berlanjut, akan memberikan pengaruh terhadap jalannya bisnis perusahaan.
"Saat ini Rp 13.500. Jadi, kalau lewat dari itu, kalau Rp 13.700 atau Rp 13.800 itu baru kami akan sangat khawatir," ujar Shinta. Namun, ia yakin pemerintah dan Bank Indonesia (BI) akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. (Baca juga: Ditekan Sentimen Global, Kurs Rupiah Tak Sekuat Ringgit dan Bath)
Ia menjelaskan, sejauh ini, bentuk antisipasi yang dilakukan pengusaha yakni dengan melakukan lindung nilai (hedging) atas utang valasnya guna menghindari kerugian kurs. Namun, hedging kebanyakan hanya dilakukan oleh perusahaan skala besar. Maka itu, ia berharap pelemahan tidak berlanjut agar tidak mengganggu bisnis perusahaan skala menengah.
Di sisi lain, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan, terdapat tiga faktor utama yang menekan nilai tukar mata uang Asia terhadap dolar AS. Pertama, rencana penurunan pajak di AS. Pelaku pasar memprediksi ekonomi AS bakal tumbuh lebih cepat jika rencana tersebut direalisasikan. Alhasil, bunga dana AS bisa naik lebih cepat.
(Baca juga: BI Sebut Tiga Faktor Global Penyebab Rupiah Melemah Tembus Rp 13.500)
Kedua, pernyataan Gubernur bank sentral AS Janet Yellen bahwa kenaikan suku bunga The Fed pada Desember nanti kemungkinan akan lebih tinggi. Padahal, sebelumnya pasar masih belum percaya AS akan kembali menaikan bunga dananya.
Ketiga, adanya sepkulasi mengenai pergantian Gubernur bank sentral AS pada awal 2018 mendatang. Alhasil, arah kebijakan moneter AS bisa berubah. "Hal-hal seperti ini yang oleh pasar keuangan dijadikan topik 10 hari terakhir. Tapi pada akhirnya (nilai tukar) akan kembali ke fundamental masing-masing," kata dia.