Kemendagri Permudah Izin Bangun Rumah Murah di Daerah

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Buruh mengerjakan pembangunan perumahan bersubsidi. Kemendagri mempermudah izin pembangunan rumah untuk MBR di daerah.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
28/9/2017, 14.29 WIB

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan Peraturan Mendagri Nomor 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Daerah. Aturan tersebut diterbitkan guna mendorong percepatan pembangunan perumahan bagi MBR di daerah melalui Program Sejuta Rumah.

Plt Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Diah Indrajati mengatakan, pembangunan perumahan bagi MBR di daerah masih terhambat regulasi seperti proses perizinan di daerah yang seringkali memakan waktu lama.

"Untuk itu harus ada aturan operasional untuk mendorong daerah. Karena ini enggak bisa pemerintah pusat sendiri, tapi harus bersama," kata Diah di Jakarta, Kamis (28/9).

Diah menuturkan, peraturan ini akan mendorong pemerintah daerah memerankan fungsinya dengan kemudahan pelayanan. Hal tersebut dilakukan melalui penghapusan izin, penggabungan beberapa izin, atau kemudahan pemberian waktu perizinan.

 (Baca juga: Sejak 2010, Penerima Subsidi Rumah Murah Masih Terpusat di Jawa)

Dalam Permendagri 55 Tahun 2017, nantinya izin lokasi, rekomendasi peil banjir (ketinggian minimal lantai untuk cegah banjir), izin cut and fill, dan Analisa Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Amdal Lalin) tak lagi diperlukan dalam membangun perumahan bagi MBR.

Perizinan surat pelepasan hak atas tanah dari pemilik tanah; surat permohonan, persetujuan, dan pengesahan gambar steplon; pengukuran dan pembuatan bidang tanah; penerbitan IMB induk dan pemecahan IMB; serta evaluasi dan penerbitan surat keputusan tentang penetapan hak atas tanah dapat diurus dengan keseluruhan waktu penyelesaian paling lama 30 hari kerja.

Selain itu, proposal yang diajukan Badan Hukum dapat digabung dengan surat pernyataan tidak sengketa jika tanah belum bersertifikat. Izin pemanfaatan tanah/izin pemanfaatan ruang dapat digabung dengan tahap pengecekan kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang/Rencana Detil Tata Ruang wilayah dan Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah.

"Kemudian, pengesahan site plan dapat diproses bersamaan dengan surat pernyataan pengelolaan lingkungan, rekomendasi pemadam kebakaran, dan penyediaan lahan pemakaman," kata Diah.

(Baca: Program Sejuta Rumah Terhambat Peralihan Izin PTSP di Daerah)

Diah berharap aturan ini dapat membantu menyelesaikan angka kebutuhan perumahan (backlog) yang semakin tinggi seiring berjalannya waktu. Tingginya angka tersebut didongkrak tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional yang mencapai 1,49 % per tahun.

Ditambah lagi, adanya peningkatan konsentrasi penduduk di perkotaan sebesar 2,75 % per tahun. Bahkan diprediksi Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2020-2030.

Sementara, angka backlog telah mencapai 13,5 juta unit pada 2015. Angka tersebut terus bertambah dengan kebutuhan rumah mencapai 800 ribu hingga satu juta unit per tahun.

"Backlog perumahan nasional akan semakin tinggi dari waktu ke waktu," kata Diah

Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan, angka pembangunan perumahan bagi MBR hingga saat ini baru mencapai 518.694 unit. Adapun, capaian perumahan untuk non MBR sebesar 104.650 unit.

"Capaian Satu Juta Rumah sampai saat ini 623.344 unit," kata Syarif.

Saat ini, pemerintah telah melakukan berbagai dukungan regulasi dan deregulasi untuk mendorong percepatan Program Satu Juta Rumah. Dukungan itu melalui UU Tapera, Inpres Nomor 3 Tahun 2015 tentang Penyederhanaan Perizinan, Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XIII, PP Nomor 64 Tahun 2016, Permen PUPR Nomor 5 Tahun 2016 tentang IMB.

Syarif berharap berbagai dorongan regulasi tersebut dapat mendorong program Sejuta Rumah bisa terealisasi tanpa hambatan. "Saya melihat semakin lama ini akan lebih baik lagi," kata dia.