Pengusaha Lobi HET Beras, Petani Diprediksi Bakal Protes

ANTARA FOTO/Saiful Bahri
Petani mencari padi yang bisa dipanen di Desa Tanjung, Pamekasan, Jawa Timur, Senin (13/3). Sebagain besar tanaman padi di daerah itu gagal panen akibat hama dan penyakit.
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
7/9/2017, 19.32 WIB

Kementerian Perdagangan telah memberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Namun, setelah sepekan berlaku, harga beras di pasaran masih jauh lebih tinggi dari yang ditetapkan. Sementara peretail memulai lobi, kebijakan ini diprediksi akan menuai protes dari petani.

Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Bayu Krisnamurthi memprediksi petani akan berunjuk rasa jika kebijakan ini tetap dipaksakan. Sebab, penetapan harga eceran tak akan membuat pedagang mau memangkas laba, apalagi menanggung rugi dari kenaikan ongkos produksi dan distribusi.

"Tahun depan petani akan demonstrasi dan negosiasi harga karena ongkos produksi bertambah," kata Bayu dalam diskusi soal beras yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Kamis (7/9).

Ia mengkritik langkah pemerintah yang mengatur harga bahan pokok tanpa persiapan matang. Menurutnya, kebijakan HET beras baru akan berhasil jika Perum Bulog sebagai perusahaan pelat merah menguasai stoknya.

Ia pun menyebut pemerintah telah mengambil langkah konservatif dengan mengendalikan harga beras. "Kami masuk ke dalam suatu pemikiran bahwa beras masuk jadi komoditas yang digunakan sebagai alat politik," tutur Bayu.

Di pihak lain, Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) berupaya agar kebijakan ini tidak akan mengurangi keuntungannya. Maka, untuk menjamin margin, mereka mengusulkan trade term sebesar 8%.

"Permintaan retail supaya kami beli beras kemasan di bawah HET sekitar 8%, supaya kami bisa jual di HET," kata Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey pada forum yang sama.

Roy menjelaskan, jika disepakati, trade term ini akan dilakukan secara business to business dengan para distributor. Namun, Roy tetap menyampaikan usulan ini ke Kementerian Perdagangan. “Pembahasannya akan dilakukan ketika evaluasi HET beras pada 15 September mendatang,” ujarnya.

Peneliti CSIS Fajar Bambang Hirawan juga mempertanyakan kebijakan pemerintah yang tampak tidak memperhitungkan sektor hulu dan tengah dalam rantai produksi beras. Menurutnya, sebelum mematok harga eceran beras, pemerintah seharusnya memastikan produksi padi melimpah.

Sementara yang terjadi kini, serangan hama wereng di Jawa saja saja bisa mengganggu panen. "Penetapan kebijakannya selalu membicarakan tentang harga, padahal beras merupakan masalah yang lebih besar dari itu," kata Fajar.

Reporter: Michael Reily