Petani Tebu Minta Menteri Perdagangan Naikkan HET Gula Jadi Rp 14 Ribu

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
2/8/2017, 19.14 WIB

Andalan Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) meminta Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) gula menjadi Rp 14.000 per kilogram. Saat ini, HET gula yang berlaku adalah Rp 12.500 per kilogram.

Sekretaris Jenderal APTRI Muhammad Nur Khabsyin menjelaskan, permintaan tersebut disampaikannya langsung kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di kantor Kementerian Perdagangan hari ini. "Kami usul supaya HET gula naik," katanya kepada Katadata, Jakarta, Rabu (2/8).

Menurutnya, dengan HET gula yang sekarang ditetapkan sebesar Rp 12.500 per kilogram akan membuat pedagang menekan harga beli gula petani sampai di bawah Rp 10.000. “Itu membuat kami rugi,” kata Khabsyin. (Baca juga:  Petani Tebu Minta Sri Mulyani Hapus PPN 10% Gula)

Selain itu, APTRI juga meminta pemerintah menaikkan Harga Patokan Petani (HPP) tebu dari Rp 9.100 menjadi Rp 11.000 per kilogram. Sebab, HPP yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2017 tersebut dinilainya tidak menutupi Biaya Pokok Produksi (BPP) sebesar Rp 10.600.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menetapkan kebijakan HET akan dikaji setiap enam bulan. Dengan demikian, HET gula dipastikan tetap Rp 12.500 per kilogram hingga habis masa berlakunya pada 5 September 2017 mendatang.

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kemendag Kasan Muhri menjelaskan, HET gula ditetapkan melalui nota kesepahaman (MoU) antara Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) pada 5 April 2017 lalu. "Masih berlaku HET Rp 12.500 sampai 5 September. Pada waktunya, hasilnya akan dievaluasi," kata Kasan.

(Baca juga: Petani Tebu Beromzet di Bawah Rp 4,8 Miliar Batal Kena PPN 10%)

Kasan mengklaim HET untuk gula sebenarnya tidak akan merugikan pengusaha maupun petani. Namun, dia menyatakan ada kemungkinan bahwa keuntungan yang didapatkan pedagang sedikit berkurang.

Reporter: Michael Reily