Pedagang Kurangi Pasokan Beras, Kemendag: Aturan HET Belum Berlaku

Agung Samosir|KATADATA
Penulis: Michael Reily
Editor: Yuliawati
27/7/2017, 22.50 WIB

Kementerian Perdagangan menjelaskan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 47 Tahun 2017 tentang aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras sebesar Rp 9.000, belum berlaku. Permendag tersebut masih dikaji oleh Kementerian Hukum dan HAM RI.

"Permendag 47 belum diundangkan," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti kepada Katadata, Jakarta, Kamis (27/7).

Peraturan itu telah ditandatangani pada 18 Juli lalu oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Namun, Permendag 47 Nomor 2017 belum menjadi aturan yang sah karena masih membutuhkan legalisasi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Meski peraturan belum berlaku, dampaknya telah terasa di dua provinsi besar, yaitu di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Direktur PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi menyatakan ada penurunan sekitar 800 ton setelah penggerebekan gudang beras PT Indo Beras Unggul (IBU)di Bekasi pekan lalu.

"Biasanya sehari keluar masuk 3.000 ton, tapi saat ini 2.200 ton," jelas Arief. (Baca: Kabareskrim Jelaskan Kronologi Kasus Beras Maknyuss ke Ombudsman)

Dia menyatakan para pedagang mengurangi pasokan sebagai reaksi atas isu pemberlakuan HET beras, sehingga kuantitas beras di pasar berkurang. Namun, dia menyebut harga beras yang terjual masih stabil dengan harga Rp 8.000 sampai Rp 10.000 per liter di Pasar Induk Beras Cipinang.

Kepala Seksi Cadangan dan Distribusi Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jabar Bambang Iriyanto mengatakan proses perdagangan masih berjalan di provinsi dengan jumlah penduduk terbesar se-Tanah Air. Namun, dia menyatakan para pelaku usaha lebih berhati-hati melakukan transaksi penjualan beras.

"Pengusaha pemilik pabrik penggilingan gabah beras lebih berhati-hati karena berpikir kalau ada barang berlebih dianggap melakukan penimbunan," jelas Bambang.

Bambang mengatakan pedagang beras besar atau tengkulak juga menjadi lebih berjaga-jaga dan melakukan pengurangan pembelian. Alasannya, Satuan Petugas (Satgas) Pangan melakukan pengecekan di pasar induk beras seperti di Cirebon, Karawang, dan Indramayu.

(Baca: Ombudsman Usut Dugaan Penyimpangan Penggerebekan Beras Maknyuss)

Bambang menjelaskan, pada beberapa wilayah, ada beberapa petani yang masih membiarkan panen padinya. "Ada kekhawatiran para petani karena ada isu pembelinya menjadi berkurang," ujarnya.

Harga penjualan beras di Jawa Barat, sambung Bambang, tidak bisa dipaksakan menjadi Rp 9.000. Alasannya adalah penggunaan benih dari Jepang untuk beras premium memakan biaya mahal. Dia menyatakan harga terendah untuk menjual beras premium adalah Rp 11.000.

Bambang menyatakan belum terjadi penurunan yang signifikan karena rumor ini baru seminggu berkembang. Jika HET beras ditetapkan, dia meminta pemerintah untuk memberikan insentif harga untuk menutup biaya produksi.

Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia Franciscus Welirang menyatakan HET beras adalah langkah yang baik jika targetnya masyarakat luas. Namun, dia menyebut pembeli bebas untuk memilih beras premium. "Ada kebebasan juga konsumen memilih harga," katanya.

(Baca juga:  Kementan Bahas Penghapusan Kategori Beras Medium dan Premium)