Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah mendaftar seluruh pengusaha beras, berikut stok yang dimilikinya. Hal ini dilakukan untuk mencegah penimbunan, sehingga pasokan dan harga bahan pokok ini dapat terjaga.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menargetkan pendataan pengusaha beras bisa segera dirampungkan. "Bulan ini (Juli) harus selesai pendaftaran karena permintaan kami sudah lama,” kata Enggar di Kantor Kementerian Perdagangan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (4/7).
Melalui Peraturan Menteri Perdagangan nomor 20 tahun 2017 yang diteken Mei lalu, Enggar memang mewajibkan distributor mendaftarkan gudang dan posisi stok bahan pokok yang disimpannya. “Jadi pengusahanya terdaftar, gudangnya terdaftar, posisi stoknya juga harus dilaporkan dan di-update," ujarnya.
(Baca juga: Kemendag: Bea Masuk Impor Bahan Pangan untuk Lindungi Produk Lokal)
Enggar secara khusus mengundang Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI) ke kantornya untuk menyampaikan hal tersebut ke kantornya. Selain itu, hadir pula Kementerian Pertanian (Kementan), Satuan Petugas (Satgas) Pangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Bulog.
Pemutakhiran data tersebut, kata Enggar, penting untuk proses pembuatan kebijakan pemerintah. Menurutnya, beras sebagai makanan pokok sebagian besar rakyat Indonesia harus dijaga pasokan dan harganya agar tidak menimbulkan inflasi.
Dengan data yang akurat, Enggar menyebut, pemerintah akan merancang kebijakan baru soal tata niaga beras. Kebijakan itu akan memprioritaskan tiga hal, yakni memberikan perlindungan pada petani padi, menguntungkan pedagang beras, sekaligus tidak memberatkan konsumen.
"Petani bisa hidup, pedagang juga bisa hidup, dan konsumen tidak dirugikan," kata Enggar.
(Baca juga: Pemerintah Bakal Sederhanakan Impor Bahan Pangan)
Kepala Satgas Pangan Setyo Wasisto juga menyatakan bahwa pihaknya siap untuk mengamankan berjalannya kebijakan baru ini. Setyo mengatakan tata niaga yang telah berlaku sebelumnya belum efektif karena banyaknya pemburu rente. "Kalau boleh dikatakan belum ada distribusi keuntungan yang wajar," katanya.